7 Contoh Teks Editorial Beserta Fakta dan Opininya tentang Berbagai Tema
JAKARTA, iNews.id – Tujuh contoh teks editorial beserta fakta dan opininya akan dijabarkan dalam artikel ini. Teks editorial atau bisa juga disebut tajuk rencana merupakan teks yang berisi tentang pemikiran atau opini tim redaksi media massa terhadap suatu isu, peristiwa, atau masalah.
Teks editorial ini bisa mengomentari berbagai sektor, baik itu pendidikan, ekonomi, kebijakan, hukum dan lainnya.
Dalam teks editorial memang mengandung opini, tapi untuk memperkuat opini itu juga terdapat fakta dan data di dalamnya. Bagaimana cara membedakan fakta dan opini dalam sebuah teks editorial?
Berikut adalah tujuh contoh teks editorial beserta fakta dan opininya, yang dikutip berbagai sumber dan disempurnakan penulis, Selasa (3/10/2023).
Dunia di ambang resesi. Sejumlah pengamat ekonomi, Bank Dunia, maupun Dana Moneter Internasional (IMF) telah melihat potensi ke arah itu. Indikatornya, kata mereka, antara lain semakin melambatnya perekonomian di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat, sebagian wilayah Eropa, dan Tiongkok.
Selain itu, inflasi yang bergerak cepat di sejumlah negara juga berpotensi memperparah krisis. Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyebut roda perekonomian di wilayah Eropa melambat karena harga gas alam melonjak sebagai dampak konflik Rusia-Ukraina. Sementara itu, perlambatan ekonomi Tiongkok terjadi akibat kebijakan zero COVID policy dan volatilitas (melonjaknya harga) di sektor properti.
IMF memprediksi sekitar sepertiga dari ekonomi dunia akan mengalami kontraksi setidaknya dua kuartal berturut-turut tahun ini dan tahun depan. Itu artinya, resesi global membayang di depan mata. Dunia pun menghadapi era kegelapan ekonomi.
Pada The 1st Joint Finance and Agriculture Ministers Meeting di Washington DC, Amerika Serikat, Selasa (11/10) malam waktu setempat atau Rabu WIB, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyampaikan hal yang kurang lebih senada. Dia menyebut krisis pangan akan menghampiri dunia dalam kurun waktu 8-12 bulan ke depan. Kondisi itu, kata dia, diperparah dengan ketersediaan pasokan pupuk sebagai dampak konflik Rusia-Ukraina.
Dalam menyikapi hal tersebut, Presiden Jokowi memerintahkan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) untuk membuat kajian yang cepat tentang antisipasi yang dapat dilakukan pemerintah dalam melakukan mitigasi krisis energi, pangan, dan keuangan, baik makro maupun mikro. Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto dalam kanal Youtube Sekretariat Presiden, kemarin, mengatakan Presiden mendorong lembaganya untuk fokus melakukan kajian dalam lima hal, yaitu konsolidasi demokrasi, transformasi digital, ekonomi hijau, ekonomi biru, dan Ibu Kota Negara (IKN).
Titah Presiden ini tentu harus dilaksanakan sungguh-sungguh. Pemerintah memang harus punya cetak biru untuk mengantisipasi krisis, sehingga dapat mengambil sejumlah langkah yang tepat. Berbeda halnya ketika pandemi COVID-19, di saat seluruh negara tidak siap, kali ini sejumlah lembaga internasional maupun para pakar telah memberi warning tentang ancaman resesi global.
Peringatan ini tentu harus ditindaklanjuti dengan menyiapkan sejumlah langkah strategis yang melibatkan sejumlah instansi/lembaga terkait. Selain membuat kajian untuk memitigasi risiko di tengah ketidakpastian ini, langkah lain yang diperlukan ialah meningkatkan kolaborasi, baik di tingkat nasional maupun global. Seperti halnya saat pandemi, tidak ada satu pun negara yang bisa menghindar dari situasi sulit itu.
Apalagi di era inflasi dan suku bunga tinggi seperti sekarang ini, tentu dibutuhkan adanya kerja sama di antara negara-negara di dunia. Sikap egois akan membuyarkan semua upaya keluar dari kondisi yang oleh para pengamat disebut sebagai perfect long storm (badai panjang yang sempurna).
Di dalam negeri, seluruh elemen bangsa juga harus merapatkan barisan. Apalagi antarinstansi pemerintah. Tidak boleh ada ego sektoral, baik di antara kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Tiap-tiap kepala daerah harus mampu membangun situasi sosial dan politik yang kondusif untuk menjaga stabilitas ekonomi, terutama dengan menekan laju inflasi, menjaga pasokan dan ketersediaan pasokan pangan maupun energi.
Selain menjaga stabilitas, langkah lain yang diperlukan ialah berhemat. Kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah harus mengencangkan ikat pinggang. Kurangi anggaran untuk proyek-proyek yang tidak perlu. Lebih baik dana itu disimpan untuk membantu masyarakat bila krisis betul-betul terjadi.
Sejauh ini, Indonesia memang belum terdampak krisis. Direktur Pelaksana IMF bahkan mengapresiasi Indonesia yang bisa meraih pertumbuhan ekonomi tinggi di tengah kondisi dunia yang berat. Indonesia, kata dia, ibarat titik terang di tengah kondisi ekonomi global yang memburuk. Namun, pujian ini jangan membuat kita lengah dan terlena. Kewaspadaan dan kehati-hatian perlu agar kita tidak terombang-ambing dan tenggelam dalam badai.
Fakta: Selain itu, inflasi yang bergerak cepat di sejumlah negara juga berpotensi memperparah krisis. Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyebut roda perekonomian di wilayah Eropa melambat karena harga gas alam melonjak sebagai dampak konflik Rusia-Ukraina. Sementara itu, perlambatan ekonomi Tiongkok terjadi akibat kebijakan zero COVID policy dan volatilitas (melonjaknya harga) di sektor properti.
Opini: Titah Presiden ini tentu harus dilaksanakan sungguh-sungguh. Pemerintah memang harus punya cetak biru untuk mengantisipasi krisis, sehingga dapat mengambil sejumlah langkah yang tepat. Berbeda halnya ketika pandemi COVID-19, di saat seluruh negara tidak siap, kali ini sejumlah lembaga internasional maupun para pakar telah memberi warning tentang ancaman resesi global.
Coba bayangkan bagaimana jika dalam sehari, manusia menghindari konsumsi gula. Gambaran yang akan terjadi, sarapan hanya dengan kopi pahit dengan oatmeal. Makan siang dengan daging dan sayuran hijau rebus. Camilan yang bisa dipilih hanya kacang-kacangan, sementara air minum yang bisa dipilih hanya air putih, teh tawar, dan kopi pahit.
Tentunya menu-menu tersebut bisa jadi jauh dari pola konsumsi kita yang ketergantungan dengan gula. Bagaimana tidak, nasi putih yang biasa kita makan, mengandung gula, minuman boba yang nikmat juga tinggi akan gula, bahkan yang sehat seperti buah-buahan, juga tetap mengandung gula. Lalu apakah mengkonsumsi gula setiap harinya akan buruk bagi kesehatan kita?
Mengenai sehat atau tidak, jawabannya: tergantung. Nyatanya konsumsi gula juga penting, dengan syarat tidak berlebihan dan sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang ditetapkan. Menurut American Heart Association (AHA) batas konsumsi gula yang wajar untuk orang dewasa wanita, yakni sebanyak 100 kalori atau kurang lebih 6 sendok teh gula, dan sebanyak 150 kalori atau 9 sendok teh gula untuk pria.
Jika konsumsi gula melebihi batas tersebut, akan beresiko terkena beberapa penyakit serius seperti obesitas, diabetes, dan penyakit pembunuh no. 1 di dunia, jantung koroner (WHO). Bagi anda yang mungkin rutin berolahraga dan melakukan aktivitas fisik, risiko akan turun karena tubuh anda rutin membakar kalori. Namun bagi anda yang kurang aktivitas fisik dan mengonsumsi gula melewati batas, hal tersebut dapat membahayakan kesehatan anda.
Jangan lupa juga untuk membatasi jumlah karbohidrat anda karena ketika makanan yang mengandung karbohidrat dicerna, sistem pencernaan memecah karbohidrat menjadi zat yang menjadi gula.
Fakta: Menurut American Heart Association (AHA) batas konsumsi gula yang wajar untuk orang dewasa wanita, yakni sebanyak 100 kalori atau kurang lebih 6 sendok teh gula, dan sebanyak 150 kalori atau 9 sendok teh gula untuk pria. Jika konsumsi gula melebihi batas tersebut, akan beresiko terkena beberapa penyakit serius seperti obesitas, diabetes, dan penyakit pembunuh no. 1 di dunia, jantung koroner (WHO).
Opini: Menganut gaya hidup sehat sedari muda sangat penting karena tidak jarang, penyakit kronis yang diderita di usia tua merupakan akumulasi dari gaya hidup tidak sehat sedari muda. Selalu perhatikan bagaimana pola konsumsi anda dan awasi nilai gizi yang ada pada makanan. Hindari mengonsumsi makanan dan minuman tinggi gula, seperti donat, kue, soda, boba milkshake, minuman berenergi, permen, dan makanan manis lainnya.
Di tengah situasi ketidakpastian global saat ini, Indonesia didorong untuk bangkit lebih cepat guna mencapai target proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 7% pada 2045 mendatang. Dan, ekonomi biru diperkirakan menjadi peluang baru dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Meski mungkin terdengar baru, konsep ekonomi biru sebenarnya sudah tercetus sejak 1972, melalui konferensi PBB di Stockholm. Bank Dunia misalnya, mengartikan ekonomi biru sebagai pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan mata pencaharian, dan pekerjaan sembari menjaga kesehatan ekosistem laut.
Kontribusi sektor maritim ke perekonomian global ini ternyata tidak main-main. World Wildlife Fund (WWF) mencatat, potensi yang dapat diraih dengan pendekatan ekonomi biru mencapai USD 24 triliun atau setara dengan Rp319 triliun. Tidak dapat dipungkiri wilayah laut Indonesia sangat luas dengan potensi kekayaan yang melimpah, merupakan sektor yang bisa menjadi tumpuan perekonomian.
Dari sektor perikanan telah menyumbang 270 miliar USD setiap tahun ke global Gross Domestic Product (GDP) atau total dari seluruh penjualan barang atau jasa sebuah negara. Sedangkan pengangkutan barang melalui jalur laut pertumbuhannya mencapai 80 persen, dan diprediksi akan bertambah dua kali lipat pada 2030.
Pertanyaannya, bagaimana negara kita mengimplementasikan konsep ekonomi biru? Pada 2012, Presiden SBY pernah mencanangkan cita-cita Indonesia untuk menjadikan laut sebagai kekuatan guna mewujudkan keamanan nasional, kemandirian ekonomi serta peningkatan sumber daya maritim.
Presiden Jokowi pun memiliki kebijakan yang mulai mengarah untuk mendukung ekonomi biru. Sebut saja pembukaan tol laut dan pembatasan illegal fishing untuk meningkatkan pendapatan dari perikanan sampai meningkatkan wisata bahari. Pemerintah bahkan telah menyusun strategi penerapan ekonomi biru guna memulihkan kesehatan laut serta mempercepat pertumbuhan ekonomi kelautan yang berkelanjutan di tingkat nasional dan daerah.
Memang tidak bisa dipungkiri, jika membahas masalah maritim dan perikanan di Indonesia itu memang kompleks. Ada persoalan krusial pada konsep ekonomi biru ini, yaitu mahalnya biaya investasi. Tambahan investasi ini kadang menjadi satu pertimbangan, padahal dalam jangka panjang sejatinya akan lebih bermanfaat.
Meski demikian, Indonesia sudah waktunya untuk gencar mewujudkan program ekonomi biru tersebut, apalagi potensi industri kelautan kita yang luar biasa besar. Sesungguhnya inti ekonomi biru adalah sustainable development. Suatu gambaran betapa kepedulian terhadap lingkungan yang tetap lestari adalah tujuan utama konsep ekonomi ini, tapi bagaimanapun kita senantiasa berharap agar langit dan laut tetap biru.
Fakta: Kontribusi sektor maritim ke perekonomian global ini ternyata tidak main-main. World Wildlife Fund (WWF) mencatat, potensi yang dapat diraih dengan pendekatan ekonomi biru mencapai USD 24 triliun atau setara dengan Rp319 triliun. Tidak dapat dipungkiri wilayah laut Indonesia sangat luas dengan potensi kekayaan yang melimpah, merupakan sektor yang bisa menjadi tumpuan perekonomian.
Opini: Memang tidak bisa dipungkiri, jika membahas masalah maritim dan perikanan di Indonesia itu memang kompleks. Ada persoalan krusial pada konsep ekonomi biru ini, yaitu mahalnya biaya investasi. Tambahan investasi ini kadang menjadi satu pertimbangan, padahal dalam jangka panjang sejatinya akan lebih bermanfaat.