Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Ahli Sebut Jokowi Harus Dihadirkan dalam Sidang, Tom Lembong: Sangat Menarik
Advertisement . Scroll to see content

Ahli Hukum Sebut Pemeriksaan Ketua DPR Tak Perlu Izin Presiden

Selasa, 12 Desember 2017 - 12:56:00 WIB
Ahli Hukum Sebut Pemeriksaan Ketua DPR Tak Perlu Izin Presiden
Mantan Hakim Agung Komariah bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam sidang praperadilan yang diajukan Setya Novanto, Selasa (12/12/2017). (Foto: iNews.id/Richard Andika Sasamu)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu meminta izin kepada Presiden Joko Widodo untuk memeriksa Setya Novanto dalam kapasitasnya sebagai ketua DPR. Ketentuan ini sudah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (UU MD3)

"Undang-Undang (MD3) itu sudah menjawab sendiri bahwa tidak perlu ada izin dari Presiden (untuk memeriksa Ketua DPR), jadi mohon untuk tidak dipersoalkan lagi karena sudah tegas," ujar mantan Hakim Agung Komariah Emong Sapardjaja dalam sidang praperadilan Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/12/2017).

Komariah yang dihadirkan sebagai saksi ahli oleh tim biro hukum KPK tersebut menjelaskan, UU MD3 menyatakan bahwa izin Presiden dikecualikan untuk tidak pidana khusus. Adapun kasus hukum yang menjerat Setya Novanto sudah jelas masuk kategori tindak pidana khusus.

Karena itu, kata Komariah, Setya Novanto tidak punya alasan untuk menghindari proses pemeriksaan tim penyidik KPK.  Alasan-alasan yang selalu dikemukakan kuasa hukum Novanto, termasuk mengenai tidak adanya izin dari Presiden, dianggap tidak relevan.

"Kalau ada hak tersangka maka di sebelahnya ada kewajiban tersangka, jadi kalau ada hak pasti kewajiban. Jadi apakah ada kewajiban bagi tersangka untuk hadir, saya kira ada, bukan hanya hak tapi juga kewajiban untuk hadir," tutur dia.

Sidang praperadilan diajukan Novanto terkait dengan penetapan status tersangkanya dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).

Praperadilan ini yang kedua diajukan Novanto. Dalam praperadilan pertama, dia menang sehingga status tersangka gugur. Namun pada 31 Oktober 2017  KPK kembali menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan terhadap ketua umum Partai Golkar tersebut.

Komariah juga menegaskan, KPK boleh menetapkan tersangka di awal penyidikan. Hal ini sah dan dibenarkan oleh undang-undang. "Bahwa KPK sudah sesuai undang-undang dan proses sudah berjalan pada treknya," ujar guru besar emeritus Universitas Padjajaran (Unpad) ini.

Menurut dia, dalil yang diajukan pemohon praperadilan bahwa penetapan tersangka harus di akhir penyidikan, sama sekali tidak mempunyai dasar hukum. KPK karena kewenangannya sudah bisa menetapkan tersangka saat memiliki bukti permulaan yang cukup.

Dalam Pasal 44 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK disebutkan bahwa bukti permulaan yang cukup diperoleh dalam tahap penyelidikan. Dengan demikian, saat perkara ditingkatkan ke tahap penyidikan, KPK sudah bisa menetapkan seseorang menjadi tersangka.

"Kita sudah menganut bahwa bukti dapat diperoleh dari mana pun. Bahkan bukti dari perkara lain boleh digunakan," kata Komariah.

Editor: Zen Teguh

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut