Aku adalah Peluru: Mahabah Connie Bakrie dalam Jejak Peradaban Maritim
MAHABAH bisa dipahami sebagai bentuk kecintaan yang paling dalam. Oleh karena itu, buku ini bisa diresapi sebagai bentuk kecintaan terhadap peradaban maritim Indonesia, yang secara khusus merupakan buah pemikiran dari akademikus nasional, Connie Rahakundini Bakrie.
Buku ini bukan sekadar memoar atau biografi. Menurut Bara Pattyradja, selaku penulis dari buku ini, “Aku adalah Peluru” menjadi sebuah ikhtiar literer untuk menengok kembali perjalanan seorang perempuan tokoh intelektual Indonesia. Bukan semata latar kehidupan personalnya, tapi juga pemikirannya yang bernas.
Sosok Connie yang lekat dengan dunia militer atau pertahanan keamanan memang tidak bisa dilepaskan dari buku ini. Dengan begitu, pemikirannya mengenai sektor militer dan pertahanan keamanan sangat kentara mewarnai “Aku adalah Peluru”. Terselip juga di sana sini kisah personalnya dalam menggeluti sektor geopolitik, militer dan pertahanan keamanan yang kerap dianggap maskulin itu.
Dalam buku “Aku adalah Peluru” ini, pembaca bisa juga menemukan sosok Ratu Kalinyamat yang dominasinya melampaui status dan penempatan perempuan di Indonesia pada masa lampau. Dalam kata pengantarnya, Bara Pattyradja mengungkapkan bahwa sosok Ratu Kalinyamat adalah figur historis nusantara yang memengaruhi tekad dan imaji dari Connie.
Perempuan tegar pahlawan laut itu telah memberinya banyak inspirasi. “Buku ini memang ditulis dengan tangan saya, tetapi ia sesungguhnya lahir dari rahim dan pemikiran sang empunya kisah: Connie Rahakundini Bakrie,” kata Bara.
Ide penulisan buku setebal 181 halaman ini tercetus beberapa waktu lalu. Khususnya ketika Connie mendengar tentang kisah Presiden Soekarno yang hendak dijatuhkan reputasinya oleh badan intelijen Uni Sovyet, KGB. “Bukannya menghindar, membantah, atau menolak pernyataan wartawan bayaran KGB untuk mempermalukannya, malah BK (Bung Karno) melengkapi kisah sang wartawan yang belum lengkap,” kata Connie.
Menurut dia, pelibatan Bara Pattyradja, seorang sastrawan muda, dalam menulis buku ini agar pemikiran mengenai kebangsaan, sejarah, militer, pertahanan dan keamanan, bisa tersampaikan dengan lebih ringan dan mudah dipahami utamanya generasi milenial. “Tangan seorang sastrawan yang bisa menangkap dan menyampaikan tutur ringan tentang perihal berat seperti itu,” ucap Connie.
Lewat buku ini, perempuan kelahiran 3 November 1964 itu juga mengajak pembaca dan masyarakat pada umumnya meresapi nasionalisme dan semakin percaya diri untuk tampil dalam pergaulan di dunia internasional. “Sejarah serta semangat kedigdayaan bangsa ini harus dibangkitkan dan bangunkan,” ujar Connie.
Saat ditanya mengenai siapa yang paling bisa merasakan manfaat dari buku ini, Connie merasa yakin bahwa semua orang bisa. Mulai dari yang kelas berat, seperti pemerhati sektor pertahanan dan keamanan, hingga penggemar sejarah. Bahkan, kelompok milenial sebagai sasaran utama yang harus meresapi makna bela negara, juga dia yakini mampu bermimpi dan membangun cita-cita kejayaan maritim dan dirgantara bangsa kita. “Semuanya bisa memetik manfaat dari narasi yang tersaji di buku Aku adalah Peluru.”
Editor: Ahmad Islamy Jamil