Anggota DPR Minta Skema Royalti Lagu Diatur Ulang: Banyak Pelaku UMKM Cemas
JAKARTA, iNews.id - Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty meminta skema pemungutan royalti musik yang berlaku saat ini bisa ditinjau kembali. Hal ini demi mendukung pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan ekonomi kreatif.
Evita mengatakan, pelaku UMKM dan ekonomi kreatif merasa khawatir dengan kewajiban membayar royalti.
“Banyak pelaku UMKM kreatif seperti pemilik kafe kecil, penyanyi lepas, hingga penyelenggara acara lokal merasa cemas. Mereka takut dikenai royalti secara tiba-tiba, tanpa pemahaman menyeluruh. Ini bisa menghambat aktivitas kreatif dan usaha kecil yang seharusnya kita dukung,” kata Evita, Kamis (7/8/2025).
Evita menegaskan, penegakan hukum di bidang HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) harus tetap memperhatikan konteks sosial dan ekonomi, khususnya terhadap pelaku usaha kecil dan informal.
"Dalam situasi ekonomi yang menantang akibat berbagai faktor, beban tambahan berupa kewajiban membayar royalti atas lagu yang dibawakan secara langsung tanpa bentuk rekaman atau komersialisasi produk berpotensi menimbulkan keresahan,” imbuhnya.
Menurutnya, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan pemerintah perlu lebih banyak membuka ruang dialog dan sosialisasi menyeluruh agar pelaku usaha memahami hak dan kewajibannya secara adil.
“Jangan sampai terjadi kesenjangan informasi. Banyak pelaku usaha kita, apalagi yang berskala kecil, belum memahami prosedur pendaftaran, tarif, hingga siapa saja yang berwenang memungut. Akibatnya, yang timbul bukan kesadaran, tapi rasa takut. Ini yang harus diubah,” ucapnya.
Atas dasar itu, Evita meminta LMKN bersama pihak terkait bisa merumuskan ulang skema royalti.
Evita berpandangan, pengusaha kafe kecil yang sekadar memutar lagu dari radio atau musisi jalanan yang tampil tanpa komersialisasi harus dibedakan dengan event organizer skala besar atau media komersial.
“Pendekatan satu tarif untuk semua tidak bisa diterapkan. Harus ada keadilan dan keberpihakan. Apalagi UMKM adalah tulang punggung ekonomi kita,” katanya.
Seperti diketahui, isu royalti musik dan sikap pelaku usaha sedang menjadi perhatian publik menyusul adanya aturan atau kewajiban membayar royalti bagi pelaku usaha seperti kafe dan restoran. Isu ini kembali mencuat setelah adanya penegakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Karena khawatir harus membayar royalti, banyak pemilik usaha kafe memilih menyiasati aturan ini dengan tidak memutar lagu, atau menggantinya dengan suara alam dan kicauan burung. Kekhawatiran UMKM semakin memuncak setelah adanya tuntutan pidana terhadap Mie Gacoan gara-gara tidak membayar royalti lagu yang diputar di gerai-gerai mereka di Bali dan luar Jawa.
Laporan itu dilayangkan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (Selmi) terhadap restoran Mie Gacoan di Bali karena dugaan pelanggaran hak cipta. Direktur PT Mitra Bali Sukses selaku pemegang lisensi waralaba Mie Gacoan, I Gusti Ayu Sasih Ira, lantas ditetapkan sebagai tersangka.
Editor: Reza Fajri