Apa Itu Solusi Dua Negara dalam Konflik Palestina-Israel? Fakta Mengejutkan dari Pidato Prabowo di PBB!
JAKARTA, iNews.id - Pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 yang digelar di New York pada 23 September 2025, pemimpin dunia kembali menekankan pentingnya perdamaian dan penyelesaian konflik global. Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyampaikan pidato penting yang menyoroti komitmen Indonesia terhadap perdamaian dunia, termasuk seruan untuk pengakuan negara Palestina dan penghentian bencana kemanusiaan di Gaza.
Dalam pidatonya, Prabowo menekankan bahwa dunia harus mengakui Palestina sekarang dan menghentikan bencana kemanusiaan di Gaza
Kehadiran Indonesia dalam forum internasional ini menunjukkan peran aktif negara dalam diplomasi global dan upaya mewujudkan solusi damai bagi konflik yang telah berlangsung lama.
Solusi dua negara adalah gagasan untuk menciptakan dua negara merdeka Israel dan Palestina yang hidup berdampingan secara damai. Konsep ini pertama kali dicetuskan oleh Resolusi PBB 181 (1947), yang merekomendasikan pembagian wilayah Palestina menjadi dua negara: satu untuk Yahudi dan satu untuk Arab. Namun, implementasinya menghadapi berbagai tantangan yang kompleks.
Menurut Padraig O'Malley dalam bukunya The Two-State Delusion, solusi dua negara kini dianggap tidak lagi layak karena perubahan "fakta di lapangan" yang mengurangi kemungkinan implementasinya. O'Malley berpendapat bahwa pendekatan ini telah gagal mengakomodasi realitas politik dan sosial yang ada.
Dalam Arab Studies Quarterly oleh Ghassan H. Talhami menjelaskan bahwa kebijakan AS yang menarik diri dari negosiasi perdamaian telah melemahkan upaya solusi dua negara, menciptakan ketidakpastian dan ketegangan lebih lanjut.
Banyak pihak, termasuk beberapa pemimpin Palestina, berpendapat bahwa solusi dua negara tidak sepenuhnya mengakomodasi hak-hak mereka. Sebagai contoh, kebijakan Israel dalam memperluas pemukiman di Tepi Barat telah mengurangi kemungkinan terbentuknya negara Palestina yang berdaulat dan terhubung secara geografis.
Selain itu, pengakuan internasional terhadap negara Palestina belum diikuti dengan tindakan konkret yang mengakhiri pendudukan dan memberikan kedaulatan penuh kepada Palestina. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas solusi dua negara dalam memberikan keadilan bagi rakyat Palestina.
Solusi dua negara tetap menjadi landasan utama dalam upaya penyelesaian konflik Israel–Palestina. Namun, tantangan besar seperti perluasan pemukiman, status Yerusalem, dan pengakuan internasional yang belum efektif menimbulkan keraguan tentang kelayakannya. Penting untuk terus mengevaluasi dan mencari pendekatan yang lebih inklusif dan adil bagi semua pihak yang terlibat.
Editor: Komaruddin Bagja