Atikoh Ganjar Safari Politik di Madiun, Salam 3 Jari Selamatkan Demokrasi Bergema
MADIUN, iNews.id - Istri Capres Ganjar Pranowo, Siti Atikoh Supriyanti safar politik di Madiun, Jawa Timur, Minggu (17/12/2023). Atikoh yang didampingi Sekreetaris DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Sri Oetari disambut hangat warga.
Semua warga dan simpatisan menyanyikan lagi “Nemu”. Namun di bagian akhir lagu, liriknya diganti dengan memasukkan nama Ganjar-Mahfud.
Matur nuwun Gusti mpun maringi sing gemati, nemu slirane ngobati ati kang sepi.
(terima kasih Tuhan sudah memberikan sosok yang penuh kasih dan sayang menemukan dirimu yang mengobati perasaan hati yang kesepian).
Matur nuwun Gusti mpun maringi sing gemati Yang pergi biarlah pergi. Ada Pak Ganjar-Mahfud sing ngganteni.
(Terima kasih Tuhan sudah memberikan sosok yang penuh kasih dan sayang yang pergi biarlah pergi. Ada Pak Ganjar-Mahfud yang menggantikannya).
Lirik lagu itu berulang dinyanyikan oleh orang-orang yang hadir di sana.
Yang kedua adalah lagu “Salam Tiga Jari” yang dahulu dipopulerkan ketika Joko Widodo menjadi Calon Presiden dari PDIP. Kali ini, lagu itu juga diubah liriknya dan dinyanyikan bersama dengan semangat.
“Salam tiga jari selamatkan demokrasi,” demikian lirik barunya.
Atikoh juga melakukan dialog dengan warga Madiun maupun simpatisan yang menyambutnya. Dia ditanya soal penyandang disabilitas yang kerap masih belum mendapat tempat di dunia kerja. Bagaimana jawaban Atikoh?
Perempuan lulusan UGM dan Tokyo University tersebut menjelaskan pengetahuannya yang luas mengenai pemberdayaan kaum difabel. Dia mengatakan bagaimana biasanya para anak penderita telah mendidik dirinya atau dididik sesuai bakatnya.
Misalnya, tunanetra bisa mengarahkan diri untuk pengembangan kemampuan vokal. Yang disable di sisi fisik, biasanya diarahkan pengembangan diri di bidang lain, contohnya kemampuan di belakang layar seperti kemampuan IT.
Dari sisi afirmasi terhadap penyandang disabilitas, Atikoh mengatakan bahwa sudah ada payung hukumnya. Namun dalam pelaksanaan masih kurang maksimal.
Pertama, perekrutan kaum difabel dalam dunia kerja masih sebatas formalitas tanpa ada upaya lebih jauh menggali potensi.
Kedua, baginya kewajiban bagi perusahaan merekrut penyandang disabilitas itu benar-benar diperkuat. Sehingga kuotanya benar-benar membesar dan dilibatkan.
“Ketika kita diskusi sama teman teman disabilitas juga mengatakan, ‘mbokyao ketika ada kegiatan-kegiatan mereka itu juga dilibatkan. Ketika ada diskusi-diskusi untuk perumusan kebijakan, sehingga mereka bisa memberikan masukan-masukan,” urai Atikoh.
Editor: Faieq Hidayat