ATVSI Minta RUU Penyiaran Jangan Rugikan LPS
JAKARTA, iNews.id - Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) kembali mengingatkan DPR agar rancangan undang-undang (RUU) Penyiaran tidak merugikan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS). Jangan sampai regulasi itu justru mematikan salah satu pelaku di industri ini.
Pesan itu disampaikan Sekjen ATVSI Neil Tobing dalam pertemuan tertutup dengan Ketua DPR Bambang Soesatyo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (5/2/2018). Menurut Neil, selain silaturahmi pertemuan itu juga membahas sejumlah isu terkini di industri penyiaran, terutama industri televisi.
Menurut Neil, industri televisi Tanah Air sekarang berada di persimpangan jalan menuju digitalisasi sebagaimana dilakukan oleh beberapa negara tetangga. Melalui pertemuan ini ATVSI ingin menyampaikan apa yang menjadi fokus pihaknya.
”Karena industri televisi di Indonesia ini industri yang dengan kompetisi tertinggi di dunia. Jadi pemainnya paling banyak di dunia. Penting bagi kita mengusulkan model bisnis yang win-win solution bagi semua pihak, yang berkeadilan, tidak dirugikan," ujarnya.
Neil menjelaskan, penguasaan infrastruktur penyiaran tidak harus oleh negara. Dengan kata lain DPR mestinya tidak hanya melihat Pasal 33 UUD 1945 sebagai sandaran utama dalam memutuskan regulasi ini.
"Negara itu kan terdiri dari empat unsur, pemerintah, wilayah, kedaulatan dan rakyat. Jadi kita LPS ini bagian rakyat. Jadi beri kesempatan juga untuk mengelola penyelenggara multiplaxing,” kata dia.
Seperti diberitakan, perdebatan soal model single mux dan multi mux dalam RUU Penyiaran masih menjadi polemik di DPR. Komisi I DPR mengarahkan putusannya pada sistem single mux. Namun, Badan Legislasi (Baleg) DPR menilai sistem single mux akan berdampak pada pengangguran secara besar-besaran.
Model single mux adalah penguasaan frekuensi sepenuhnya ada di tangan negara. Sebaliknya, model multi mux yaitu penguasaan frekuensi dipegang banyak pemegang lisensi yang meliputi perusahaan penyiaran swasta dan pihak pemerintah.
”Kalau komisi (Komisi I DPR) mengusulkan single mux dikuasai oleh negara, kalau kita ini (mengusulkan) diselenggarakan bersama-sama oleh pemerintah oleh negara dan oleh swasta, LPS. Jadi itu sebenarnya intinya (melalui multi mux)," jelasnya.
Neil mengapresiasi respons Ketua DPR yang berjanji mengakomodir masukan ATVSI dan menyatakan saat ini bukan akhir dari seluruh proses RUU Penyiaran. "Pak Ketua (Ketua DPR) sangat bijaksana membuka peluang bagi seluruh pihak, bagi seluruh stakeholder untuk melakukan diskusi lanjutan. Mencari formula yang benar-benar win-win solution berkeadilan bagi semua pihak," jelasnya.
Wakil Ketua Baleg DPR Firman Soebagyo sebelumnya mengutarakan bahwa model single mux akan berpengaruh kepada dunia penyiaran di Indonesia. Ketika lembaga pemerintah akan ditunjuk sebagai satu-satunya pengelola frekuensi, maka semua akan dikendalikan oleh lembaga pemerintah dan membentuk lembaga baru yang membutuhkan anggaran besar.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing sebelumnya menyinggung bahwa konsep single mux akan memisahkan antara konten dengan teknologi dalam industri penyiaran. Padahal kedua poin itu menjadi kesatuan dalam sebuah pesan yang disalurkan melalui teknologi penyiaran.
Editor: Zen Teguh