Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Alasan UGM Tolak Fasilitasi Peluncuran Buku Jokowi's White Paper karya Roy Suryo Cs
Advertisement . Scroll to see content

Bamsoet Nilai Buku Irman Gusman Bisa Memperkaya Referensi Kajian Hukum

Kamis, 20 Mei 2021 - 17:18:00 WIB
Bamsoet Nilai Buku Irman Gusman Bisa Memperkaya Referensi Kajian Hukum
Ketua MPR Bambang Soesatyo atau dikenal Bamsoet. (Foto: Istimewa).
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Ketua MPR Bambang Soesatyo mengapresiasi peluncuran buku tentang, Menyibak Kebenaran: Drama Hukum, Jejak Langkah dan Gagasan Irman Gusman. Buku tersebut tidak saja menyajikan berbagai gagasan pemikiran dan wawasan kebangsaan dari seorang mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman, melainkan juga menjadi saksi ketegaran dan kegigihan beliau dalam memperjuangkan hak-hak hukumnya.

Pernyataan itu disampaikan oleh politikus Partai Golkar yaang biasa disapa Bamsoet itu ketika mengikuti peluncuran buku Irman Gusman, sekaligus peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-113, yang diselenggarakan secara virtual oleh Korps Alumni Himpunam Mahasiswa Islam (KAHMI), Kamis (20/5/2021).

"Buku ini memperkaya referensi kajian hukum. Selain karena masih banyaknya pekerjaan rumah dalam penegakan hukum, tantangan dalam pembangunan hukum nasional juga selalu berkembang secara dinamis. Karenanya, pembenahan sistem hukum harus menjadi upaya yang berkesinambungan, seiring dinamika zaman," ujar Bamsoet.

Acara yan dilaksanakan secara daring dan luring itu juga diikuti oleh Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti, Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI Viva Yoga Mauladi serta Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Eddy Omar Syarief Hiariej.

Kemudian, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) 2013-2015 Hamdan Zoelva, Ketua Komisi Yudisial (KY) 2010-2015 Eman Suparman dan Wakil Ketua DPR 2014-2019 Fahri Hamzah.

Bamsoet menyampaikan, peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-113 harus dijadikan momentum merefleksi sejauh mana keberhasilan mewujudkan cita-cita penegakan hukum yang berkeadilan. Merujuk indeks supremasi hukum (rule of law index) yang dirilis World Justice Project tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat 59 dari 128 negara, atau peringkat 9 dari 15 negara di wilayah Asia Timur dan Pasifik.

"Sementara hasil survei Indonesia Political Opinion pada Oktober 2020, memperlihatkan angka ketidakpuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia mencapai 64 persen. Tertinggi jika dibandingkan bidang lain, seperti ekonomi 57 persen, politik dan keamanan 51 persen, serta bidang sosial dan humaniora 50 persen," ucapnya.

Dia menuturkan, tingginya angka ketidakpuasan publik terhadap bidang hukum dipicu oleh beberapa faktor, antara lain persepsi publik terhadap upaya pemberantasan korupsi, independensi penegak hukum, perlindungan kebebasan berpendapat, kualitas kebijakan serta beberapa faktor lainnya yang dinilai tidak menghasilkan kinerja optimal.

"Padahal, dalam konsepsi negara hukum, harus ada penghormatan terhadap pengakuan normatif dan empirik atas prinsip supremasi hukum, prinsip persamaan kedudukan di depan hukum, dan asas legalitas, yaitu penegakan dan penerapan hukum yang tidak bertentangan dengan hukum," tuturnya.

Menurutnya, secara filosofis penegakan hukum yang berkeadilan harus merujuk pada konsep keadilan sebagaimana diamanatkan sila ke-dua Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, menempatkan keadilan sebagai bagian dari martabat kemanusiaan. 

Selain itu, kata dia harus merujuk pada sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan menempatkan keadilan sebagai hak yang dapat diakses oleh seluruh anak bangsa tanpa diskriminasi.

"Pasal 1 ayat (3) konstitusi menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Konstitusi juga mengatur penyelenggaraan peradilan dilaksanakan untuk menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1), adanya pengakuan persamaan kedudukan hukum setiap warga negara (Pasal 27 ayat 1) adanya jaminan atas kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang tidak diskriminatif (Pasal 28D ayat 1) dan pengakuan sebagai pribadi dihadapan hukum sebagai hak asasi (Pasal 28 I ayat 1)," katanya.

Dia menjelaskan, pembangunan hukum nasional harus menjadi upaya kolektif karena membutuhkan komitmen dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, mulai dari aparat penegak hukum, pemerintah, maupun berbagai elemen masyarakat. 

"Penegakan hukum yang berkeadilan juga harus dimaknai bahwa hukum tidak hanya diperlakukan semata-mata sebagai sebuah prosedur yang harus ditaati," ucapnya.

Editor: Kurnia Illahi

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut