Bawaslu Prediksi Hoaks tentang Pemilu Meningkat pada November 2023 hingga Februari 2024
JAKARTA, iNews.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memprediksi penyebaran kabar bohong atau hoaks tentang pemilu bakal meningkat pada November 2023 hingga Februari 2024. Hal itu berkaca dari pelaksanaan Pemilu 2019.
Bulan itu diketahui merupakan jadwal pemungutan suara Calon Legislatif (Caleg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) yakni pada Rabu (14/9/2023). Anggota Bawaslu, Herwyn JH Malonda mengatakan pada Pemilu 2019, puncak hoaks terjadi pada April menjelang pemungutan suara
“Ini yang memang kita perlu perhatikan bersama, karena terkait isu informasi negatif maka tren hoaks dan berita tidak benar ini bisa meningkat. Kalau berkaca 2019, memuncak di April 2019 ketika berakhirnya tahapan kampanye sampai menjelang pemungutan suara," kata dia, Minggu (3/9/2023).
Herwyn menyebut hoaks diprediksi mulai mengalami peningkatan pada November 2023 hingga Februari 2024. Hal ini kata Herwyn perlu diantisipasi karena dapat berdampak pada Pemilu 2024 yang meliputi muncul dan menguatnya polarisasi di tengah masyarakat.
Lalu mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan pada penyelenggara Pemilu. Kemudian masyarakat menjadi tidak percaya pada hasil Pemilu yang berakhir pada kekerasan.
Untuk mengantisipasi hal tersebut Herwyn menjelaskan Bawaslu telah melakukan pencegahan dengan melakukan media monitoring sekaligus mempublikasikan informasi dan edukasi kepemiluan secara masif agar maraknya informasi hoaks dapat diredam dengan berita kebenaran.
“Kami juga melakukan kolaborasi kepada stakeholder terkait seperti Kemenkominfo, platform media sosial, media, dan konten kreator serta juga membentuk gugus tugas pengawasan kampanye bersama KPI, KPU, dan Dewan Pers,” tuturnya.
Dari sisi pengawasan, tentu Herwyn berharap ada peran aktif juga dari masyarakat untuk melaporkan jika terjadi penyebaran berita hoaks, ujaran SARA, dan ujaran kebencian. Laporan bisa disampaikan lewat aplikasi Sigap Lapor melalui perspektif kelembagaan.
Herwyn mengatakan Bawaslu juga akan melakukan pengawasan dan mencermati konten internet dari akun resmi media sosial partai politik atau gabungan partai politik, pasangan calon dan tim kampanye yang terdaftar di di KPU. Kemudian, mencatat hasil pengawasan konten internet yang diduga mengandung pelanggaran administrasi dan/ atau pidana ke form Laporan Hasil Pengawasan.
“Paling penting adalah kita menyadari pasti akan ada gesekan. Yang sebelumnya secara luring, sekarang menjadi daring. Tugas utama kita adalah mari kita lakukan terlebih dahulu menyaring informasi untuk cek fakta sebelum kita bagikan ke pihak lain. Dengan itu kita sudah membantu masyarakat supaya kita juga bisa mengangkat perintah undang-undang dasar yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa,” tuturnya.
Editor: Rizal Bomantama