BPJS Kesehatan soal KRIS: Dasarnya Gotong Royong, Orang Kaya Bayar Iuran Lebih Banyak
JAKARTA, iNews.id - Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti menilai sistem asuransi kesehatan kelas rawat inap standar (KRIS) berbasis gotong royong dari para peserta. Kelompok masyarakat yang mampu membayar iuran KRIS lebih besar.
"Gotong royong itu yang kaya bayar lebih banyak tentunya dari pada yang nggak punya duit atau yang miskin. Kalau perlu yang miskin ini ngga usah bayar, dibayari oleh pemerintah yaitu PBI (penerima bantuan iuran)," kata Ghufron saat wawancara dalam program "One On One" Sindonews TV di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2024).
Menurutnya, tak ada nilai gotong royong bila peserta yang tidak mampu harus membayar iuran yang sama dengan orang kaya. Apalagi peserta bukan penerima upah saat ini bisa bebas memilih kelas iuran di BPJS Kesehatan.
"Kalau peserta bukan penerima upah yang katakan kadang dapat duit kadang enggak dapat duit, sama yang kaya sama yang miskin, sama. Pertanyaan saya, sistem gotong royongnya di mana? Masak sama," kata Ghufron.
"Orang kaya, mohon maaf, umpamanya bayar Rp60.000 atau Rp70.000, ringan. Kalau yang miskin sekali sudah dijamin PBI ya, tetapi istialahnya yang agak miskin (bayar) kaya Rp65.000-Rp70.000 untuk satu orang, berat," katanya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut, tidak ada perubahan premi BPJS Kesehatan pada tahun 2024. Sebab, besaran iuran KRIS masih dipertimbangkan.
"Iuran BPJS itu kalau mau disesuaikan, itu prosesnya panjang. Jadi kita akan pakai dasar yang iurannya ada sekarang sampai ada proses perubahan dari iuran itu sendiri dan sampai 2024 kita tidak ada rencana untuk mengubah iuran premi BPJS," kata Budi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024).
Budi mengaku masih mempertimbangkan batas iuran sistem pelayanan KRIS. Namun, penetapan batas iuran KRIS akan diputus dalam waktu dekat.
Editor: Faieq Hidayat