Bupati Abdul Latif Ditetapkan Tersangka Dugaan Gratifikasi dan TPPU
JAKARTA, iNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjerat Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) nonaktif Abdul Latif. Kasus ini merupakan pengembangan penanganan dua perkara yang sudah masuk ke tahap penyidikan dugaan tindak pidana korupsi, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, Abdul Latif sebagai penyelenggara negara menerima gratifikasi yang dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah. Abdul Latif diduga menerima suap dari sejumlah pihak dalam bentuk fee proyek-proyek dalam APBD Pemkab Hulu Sungai Tengah selama kurun masa jabatannya sebagai Bupati
“Diduga ALA (Abdul Latif) telah menerima fee dari proyek-proyek di sejumlah dinas dengan kisaran 7.5%-10% setiap proyeknya. Total dugaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas ALA yang diterima setidak-tidaknya Rp23 miliar," ujar Laode di ruang konferensi pers Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (16/3/2018).
Terkait dugaan penerimaan gratifikasi tersebut, Latif disangka melanggar Pasal 12 B Undang Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Laode mengatakan, dalam proses pengembangan perkara ini, KPK menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang, yaitu: perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi.
"Dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diduga dilakukan oleh tersangka ALA selama periode jabatan ALA sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah," kata Laode.
Selama menjabat sebagai Bupati, tersangka Latif diduga membelanjakan penerimaan hasil gratifikasi tersebut untuk membeli mobil, motor, dan aset lainnya. Di antaranya, dibeli atas nama dirinya, keluarga, dan orang lain.
Terkait dugaan tindak pidana pencucian uang tersebut, Latif disangkakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sebelumnya, Latif dijerat dengan dugaan penerimaan suap bersama dua orang lainnya, yaitu Fauzan Rifani selaku Ketua Kadin HST Kalsel dan Abdul Basit selaku Direktur PT Sugriwa Agung. Sedangkan pemberi suap adalah Donny Witono selaku Direktur Utama PT Menara Agung.
Pemberian suap itu diduga terkait pembangunan ruang kelas I, kelas II, VIP, dan Super VIP di RSUD Damanhuri. Dugaan commitment fee proyek ini adalah 7,5 persen atau sekitar Rp 3,6 miliar.
Editor: Azhar Azis