Cerita Legenda Sniper TNI, Sisakan 1 Peluru untuk Akhiri Hidup Dibanding Ditangkap Musuh
JAKARTA, iNews.id - Nama Peltu (Purn) Tatang Koswara merupakan salah satu sniper terbaik yang dimiliki TNI. Kemampuannya yang diakui membuatnya diajak bertempur bersama para sniper satuan elite TNI AD, Kopassus.
Selama bertugas di medan tempur, posisi Tatang tak terungkap. Dia juga kerap menyisakan satu peluru untuk mengakhiri hidup dibanding harus tertangkap musuh, doktrin yang acap kali dipraktikkan prajurit di medan perang.
Kehebatan Tatang menggema kala Operasi Seroja di Timor Timur (sekarang Timor Leste) yang dimulai pada 1975. Dalam pertempuran di Remexio, 30 kilometer dari Kota Dili, Timor Timur, Tatang membuktikan kemampuannya.
Dia berhasil menembak mati puluhan pasukan Fretilin. "Kariernya sebagai penembak runduk (spiner) yang terlatih, tampak paling kentara saat dia ditugaskan dalam Operasi Seroja di Timor Timor (kini Timor Leste). Dalam pertempuran tersebut, dia tercatat menembak jatuh 41 musuh dalam pertempuran," tulis A Winardi dalam buku Satu Peluru Satu Musuh Jatuh: Tatang Koswara Sniper Kelas Dunia (2015), dikutip Selasa (6/8/2024).

Diceritakan, kawasan pegunungan Remexio menjadi saksi bisu ketangguhan prajurit TNI kala menghadapi pasukan Fretilin. Di sisi lain, kawasan itu juga menjadi kuburan pasukan TNI yang gugur dalam bertugas.
Sebelum terjun ke medan perang, Tatang membekali diri dengan senapan Winchester M-70 berperedam suara lengkap dengan 50 butir peluru kaliber 7,62 mm berwarna putih.
Sesuai doktrin pelatih Green Berets, setiap sniper yang bertempur diperintahkan membawa 50 peluru. Sebanyak 49 di antaranya untuk menembak musuh, sedangkan sisa satu peluru untuk diri sendiri.
Sebab, seorang sniper seperti Tatang harus siap menggunakan satu peluru tersisa untuk mengakhiri hidup daripada tertangkap musuh.
"Lebih baik seorang sniper mati bunuh diri daripada tertangkap musuh. Dengan misi tempur one way ticket itu," kata Tatang dalam buku tersebut.
Prinsip menyediakan satu peluru untuk mengakhiri hidup tidak asing di kalangan prajurit. Beberapa pasukan asing juga menerapkan hal yang sama.
Pasukan Legiun Prancis konon menyisakan satu peluru untuk dirinya daripada menyerah lalu ditangkap musuh dan disiksa habis-habisan. Begitu pula tentara Jepang pada Perang Dunia II yang mempunyai prinsip menyisakan satu peluru atau satu granat untuk dirinya dan mati berkeping-keping bersama pasukan musuh yang mengelilinginya.
Selain senapan Winchester M-70, Tatang juga membawa beberapa perangkat saat bertempur melawan pasukan Fretilin, seperti teropong siang dan malam, senapan serbu AK-47 untuk keperluan bela diri, radio komunikasi, pakaian kamuflase hingga makanan tahan lama sebagai bekal.
Saat bertempur menghadapi gerilyawan Fretilin, Tatang ditemani Letnan Ginting, pasukan perwira dari Kopassus.
Untuk menggempur musuh, Tatang memilih tebing curam sebagai tempat persembunyian. Dia menilai tempat tersebut strategis dan kecil kemungkinan musuh berpatroli di tempat itu.
Di lokasi persembunyian itulah Tatang melepaskan tembakan ke pasukan Fretilin. Semua tembakannya menghantam kepala musuh pada jarak 300 hingga 600 meter.
Dia juga berhasil menembak seorang pasukan gerilyawan Fretilin yang membawa radio dari jarak 900 meter. Hebatnya, tempat persembunyian Tatang tidak terdeteksi musuh.
Editor: Rizky Agustian