Diingatkan Pesan Gus Dur, Mahasiswa Lintas Agama Diminta Tak Pilih-Pilih Tebar Kebaikan

JAKARTA, iNews.id – Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag, Amin Suyitno meminta mahasiswa peserta Akademi Kepemimpinan Mahasiswa Nasional (Akminas) 2025 untuk melawan narasi negatif di media sosial. Salah satunya dengan berkontirbusi membuat konten positif.
“Jangan larut ataupun ikut-ikutan narasi negatif di media sosial. Karena jejak digital itu susah dihapus. Gunakan media sosial untuk menyebarkan hal-hal yang baik dengan konten-konten yang positif,” kata Amin Suyitno saat membuka kegiatan Akminas 2025 di Auditorium HM Rasjidi, Kantor Kemenag, Jakarta, Rabu (8/10/2025).
Amin juga mengingatkan, mahasiswa PTK peserta Akminas dari lintas agama dan iman itu untuk tidak membeda-bedakan latar belakang agama atau suku dalam menebarkan kebaikan. “Ada filosofi yang mengatakan, yang sama jangan dibeda-bedakan, yang berbeda jangan disama-samakan,” ujarnya.
Amin menegaskan, setiap mahasiswa harus menjadi pribadi yang membawa manfaat bagi sesama dan lingkungan sekitar tanpa memandang perbedaan keyakinan.
“Saya ingin mengutip pesan Gus Dur: tidak penting apa agamamu dan sukumu. Jika kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah bertanya apa agamamu,” ujar Amin.
Dia juga mengutip hadis Nabi Muhammad SAW yakni, Khairunnas anfa‘uhum linnas. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. “Teruslah menjadi manusia yang bermanfaat, karena semua yang kita lakukan akan selalu meninggalkan jejak,” kata dia.
Akminas diikuti 1.192 mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) tersebut bertujuan mencetak calon pemimpin masa depan inklusif yang mampu mengelola keberagaman.
Akminas merupakan program tahunan Kemenag yang sebelumnya dikenal dengan nama Diklat Pimnas. Meski berganti nama, esensi dan tujuannya tetap sama, yakni membentuk calon pemimpin yang berkarakter, berintegritas, serta adaptif terhadap tantangan zaman.
Selama sepekan, peserta akan menjalani berbagai pelatihan dan diskusi intensif, setelah sebelumnya mengikuti sesi daring melalui platform Zoom. Sebelumnya, peserta diseleksi secara ketat melalui proses digital, termasuk melalui penulisan artikel dan uji kompetensi. Peserta diharapkan bisa menjadi juru bicara generasi muda Indonesia yang menjunjung tinggi semangat inklusivisme dan toleransi.
“Kepemimpinan, bukan hanya lahir dari keseragaman, melainkan tumbuh dari kemampuan mengelola perbedaan. Karena itu, mereka sudah digembleng secara daring, kini dipertemukan secara langsung agar bisa berkolaborasi. Bahkan kamar tempat mereka menginap pun akan diatur agar lintas latar belakang, supaya mereka belajar hidup bersama dalam perbedaan,” ujar Amin.