DPM UI Minta Melki Sedek Tak Diberi Panggung usai Terbukti Lakukan Kekerasan Seksual
DEPOK, iNews.id - Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Indonesia (DPM UI), Bonanza Sitorus menyayangkan Ketua BEM UI Nonaktif Melki Sedek Huang tetap diberi panggung untuk tampil di hadapan publik. Padahal, Melki telah terbukti melakukan kekerasan seksual.
"Saya menyayangkan Saudara Melki ini tetap ada dan dikasih panggung juga oleh teman-teman mahasiswa, aktivis, yang mana ini anomali sekarang ya. Harusnya memperjuangkan hak-hak terhadap korban, tapi ini malah memberikan panggung," kata Bona di Pusgiwa UI, Rabu (31/1/2024).
Dia mengajak seluruh elemen agar tak memberi panggung atau kuasa terhadap Melki Sedek untuk tampil di ruang publik.
"Kami di sini juga ingin memperkenalkan platform efek ya, singkatnya adalah mencabut panggung atau mencabut kuasa dari pelaku kekerasan seksual itu sendiri atau Saudara Melki Sedek Huang," ucapnya.
Sebagaimana diberitakan, Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) nonaktif, Melki Sedek Huang diskors satu semester usai terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual. Putusan tertuang dalam surat keputusan (SK) Keputusan Rektor Universitas Indonesia No. 49/SK/R/UI/2024 yang diteken Ari Kuncoro.
"Keputusan Rektor Universitas Indonesia tentang penetapan sanksi administratif terhadap pelaku kekerasan seksual atas nama Melki Sedek dengan NPM 1906363000 Fakultas Hukum Universitas Indonesia," demikian bunyi putusan SK tersebut, dilihat Rabu (31/1/2024).
Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) UI, Amelita Lusia membenarkan SK tersebut. Dia menyatakan SK diterbitkan sesuai mekanisme yang berlaku.
"Setelah menjalankan mekanisme sesuai dengan peraturan, rekomendasi Satgas PPKS kepada rektor adalah keputusan itu," kata Amel.
Sementara itu, Melki keberatan disanksi skorsing satu semester atas kasus kekerasan seksual. Dia meminta kasus itu diinvestigasi ulang.
"Sehubungan dengan dikeluarkannya Keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024 yang memutuskan saya bersalah dan disanksi administratif atas laporan kekerasan seksual, melalui surat ini saya menyampaikan keberatan atas Keputusan Rektor UI tersebut," kata Melki, Rabu (31/1/2024).
Melki menyampaikan sejumlah alasan keberatan atas putusan tersebut, di antaranya proses yang tidak transparan. Selama satu bulan proses investigasi Satgas PPKS UI, dia mengaku hanya satu kali dipanggil untuk dimintai keterangan atas kasus yang dituduhkan kepadanya.
Dia mengaku tidak pernah menyampaikan keterangan apa pun lagi ataupun mengetahui proses-proses investigasi yang dilakukan Satgas PPKS UI, hingga dikeluarkannya Keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024 pada 29 Januari 2024 lalu.
Alasan lain dia keberatan atas sanksi tersebut karena menilai ada kejanggalan selama proses investigasi. Setelah pemanggilan pertama pada 22 Desember 2023, Melki selalu mengharapkan ada pemanggilan lanjutan ataupun informasi yang diberikan mengenai perkembangan proses investigasi.
Namun, Melki tidak pernah sekali pun mendapat pemanggilan lagi sehingga tidak ada ruang sedikit pun baginya untuk menyampaikan keterangan terbarukan, menyampaikan bukti-bukti. Dia juga tak pernah diajak untuk memvalidasi bukti-bukti yang ada.
"Saya mengerti ada sensitivitas yang besar dalam kasus ini sehingga diperlukan proses-proses yang tak bisa ditempuh secara terbuka. Akan tetapi, sebagai tertuduh, bukankah saya seharusnya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai proses dan investigasi yang ada demi pencarian kebenaran yang adil? Setidaknya informasi ini pun sangat penting bagi saya dan keluarga yang selalu bertanya-tanya," kata Melki.
Editor: Rizky Agustian