Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Respons Gibran soal Soeharto dan Gus Dur Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional 
Advertisement . Scroll to see content

Dulu Jual Air Minum di Stasiun, Siapa Sangka Sosok Ini Menjelma Jadi KSAD dan Terpilih Wapres!

Rabu, 13 Desember 2023 - 07:38:00 WIB
Dulu Jual Air Minum di Stasiun, Siapa Sangka Sosok Ini Menjelma Jadi KSAD dan Terpilih Wapres!
Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno merupakan Wakil Presiden (Wapres) ke-6 sekaligus tokoh militer yang disegani di Tanah Air. (Foto: Istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - “Jangankan konsultasi dengan Pak Harto, dengan saya saja tidak,” kata Try Sutrisno.

“Saya tidak bisa menunjuk siapa yang memulai, tapi kepala staf sospol ABRI suatu hari melapor kepada saya bahwa rapat staf Mabes ABRI memutuskan saya menjadi calon ABRI untuk jabatan Wakil Presiden.”

Ucapan Try Sutrisno itu diungkapkan kepada jurnalis kawakan Salim Said dalam sebuah wawancara pada 3 Juli 2012. Cerita seputar pencalonan jenderal kelahiran Surabaya itu sebagai Wapres RI tertera dalam buku Said, 'Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto’.

Terpilihnya Try memang ‘unik’. Menurut Salim, pencalonan Try diumumkan Kasospol ABRI Letjen TNI Harsudiono Hartas tanpa sebelumnya berkonsultasi dengan Presiden Soeharto. Ini tentu melawan kelaziman karena biasanya penguasa Cendana lebih dahulu menyebut cawapres pilihannya. Lebih aneh, Hartas bahkan tidak meminta persetujuan Try.

Mengapa demikian? Versi Hartas, ABRI mendorong Try untuk maju karena ada dua calon menonjol saat itu. Satu lainnya yakni BJ Habibie. Namun Soeharto di kediamannya, Jalan Cendana, Jakarta Pusat, berujar “Tempat Habibie di bidang teknologi.”

Kalimat inilah yang lantas ditafsirkan Hartas bahwa penguasa Orde Baru itu setuju Try menjadi pendampingnya. Terlebih, lulusan Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad) 1959 ini juga pernah menjadi ajudan Soeharto (1974-1978). Namun jalan takdir memang akhirnya menulis Try ke tampuk kekuasaan.

“Majelis Permusyawaratan Rakyat masa bakti 1992 -1997 melalui Sidang Umum pada tahun 1993 akhirnya memilih Try Sutrisno menjadi Wakil Presiden RI mendampingi Presiden HM Soeharto,” tulis Puspen TNI dalam laman resmi mereka dikutip Rabu (13/12/2023).

Jual Air Minum hingga Tobang

Jumat, 15 November 1935, menjelang isya. Tangis jabang bayi memecah keheningan malam di Genteng Bandar Lor, Surabaya. Orok merah dari Rahim Mardhiyeh itu tak pelak disambut sukacita seluruh keluarga, tak terkecuali sang ayah, Soebandi. Itulah momen ketika Try Sutrisno lahir.

Try nama aslinya tertulis Tri merupakan anak ketiga. Sebelumnya Mardhiyeh melahirkan dua anak perempuan. Si sulung diberi nama Siti Asma dan kedua Suhara. Bila nama Try merujuk anak ketiga, Sutrisno berarti gabungan dari Su (lebih) dan trisno (cinta).

“Nama itu diberikan kedua orang tuanya dengan harapan agar bayi yang lahir kelak bisa menjadi manusia yang lebih cinta kepada Allah, orang tua dan sesama,” tulis buku biografi berjudul ‘Jenderal TNI Try Sutrisno, Sosok Arek Suroboyo’ terbitan Dinas Sejarah Angkatan Darat (Disjarahad  dikutip Rabu (13/12/2023). 

Try Sutrisno secara fisik tumbuh dan berkembang pesat serta sehat. Perawakannya tinggi tegap, di atas rata-rata teman sebayanya. Dia dididik bersikap jujur, disiplin dan tegas oleh ayahnya. Tidak mengherankan jika kepemimpinannya terlihat menonjol.

Pada 1945 usai Proklamasi Kemerdekaan, situasi negara masih dalam keadaan genting. Tentara Sekutu yang diboncengi Belanda kembali merangsek Indonesia, tak terkecuali Surabaya.

Keadaan kota sungguh memprihatinkan. Untuk makan susah, hidup tenang juga tak gampang. Belanda yang berkedok NICA beberapa kali melanggar gencatan senjata sehingga memicu perlaanan gerilya arek-arek Suroboyo.

Kondisi yang kian memburuk itu membuat keluarga Bandi mengungsi ke Mojokerto, kota di pinggiran Surabaya. Bandi selanjutnya menjadi petugas Bagian Kesehatan Batalyon Poncowati di Purwoasri, Kediri.

Dalam keadaan darurat, tak mungkin bagi Try untuk melanjutkan sekolah. Hari-hari terasa kian berat. Untuk bertahan hidup, keluarga Soebandi harus menjual barang-barang tersisa yang sempat mereka bawa ke pengungsian.

Hati Try tergerak. Tak ingin keluarganya terpuruk dalam kesulitan, tebersit dalam hatinya untuk membantu mencari nafkah. Tapi, apa yang harus dilakukan? Kata orang, di mana ada kemauan di situ ada jalan. Jadilah Try kecil berjualan air minum.

“Dengan bermodalkan air dalam kendi, Try mulai berjualan air putih. Dibalut baju kumal dengan celana pendek, Try menjajakan air minum kepada penumpang spoor (kereta api) yang lewat di Stasiun Mojokerto,” tulis Disjarahad.

Seperti kebanyakan bocah di masa penjajahan, Try tak hanya berjuang untuk menyambung hidup, tetapi juga harus melawan penyakit. Saat itu, badanya dipenuhi kudis yang menimbulkan rasa gatal. Maklum, hidup di pengungsian sungguh mengenaskan. Jangankan memikir kesehatan, demi sesuap nasi saja harus memeras peluh dan tenaga.

Naluri dagangnya terus terasah. Dari berjualan air minum, dia beralih jualan koran. Setelah itu dia memilih berdagang rokok karena keuntungan lebih besar. Sedikit demi sedikit uang yang didapat digunakan untuk membantu keluarga.

Linimasa terus bergulir. Try tumbuh remaja. Satu episode baru dijalaninya ketika pada 1948 dia menjadi tobang alias pesuruh di markas tentara, tak jauh dari tempatnya mengungsi. Pekerjaan itu membuatnya sangat senang. Di situ pula tumbuh kebanggaanya pada tentara yang berjuang membela Tanah Air.

Dari tobang, karier Try meningkat. Bocah berzodiak scorpio itu dipercaya menjadi penyidik dalam. Salah satu tugasnya mengantar surat atau dokumen kepada pejuang di Surabaya yang diberi sandi-sandi tertentu oleh markas tentara di Kediri. Tentu bukan pekerjaan mudah karena perjalanan itu harus berhadapan dengan razia NICA yang masih memenuhi jalanan dan perbatasan kota.

Meniti Karier Militer di Atekad

Lulus SMA, tebersit bagi Try untuk menempuh pendidikan lebih tinggi. Dia pun mendaftar di IPB dan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Try diterima di Unair. Kendati demikian, benak Try mengatakan dia harus menjadi tentara. Ini tak lain masa lalunya yang turut membantu para pejuang kemerdekaan.

Try akhirnya memutuskan mendaftar sebagai tentara. Sayangnya saat itu Akademi Militer belum dibuka lagi. Angkatan Darat membuka pendaftaran kecabangan masing-masing, seperti infanteri P3AD di Bandung, arteleri di Cimahi, kavaleri di Cibangkong (Bandung) juga zeni di Bandung.

Try mendaftar zeni. Tes pertama dilaksanakan di Surabaya. Tes fisik dilalui mulus. Setelah itu dia mengikuti tahap kedua di Malang.

“Pada seleksi ini (Try) diwawancarai langsung Brigjen TNI Djatikusumo,” tulis Disjarahad.

Diketahui, Djatikusumo kelak menjadi KSAD pertama. Sungguh tak mujur. Try gagal dalam tes di Malang. Namun, takdir berkata lain. Atas perintah Brigjen Djatikusumo, remaja berperawakan tinggi tegap itu kembali dipanggil.

Jadilah cita-cita Try menjadi serdadu kembali berkobar. Catatan sejarah menulis pada 1956, dia diterima menjadi taruna Atekad.

Dari KSAD, Panglima TNI, lalu Wapres

Masa awal-awal kemerdekaan, tantangan NKRI sunggu berat. Selain ancaman penjajahan, negara juga harus menghadapi rongrongan pemberontakan di daerah-daerah. Di sini lah pengalamannya ditempa.

Try Sutrisno diterjunkan berperang melawan pemberontakan PRRI. Pengalaman tempurnya makin terasaha kala dia ditugaskan di Operasi Trikora di Irian Barat (kini Papua). Kala itu, Lettu Czi Try bergabung dalam Yon Zikon 12 Komando Mandala. Seiring waktu, penugasannya kian beragam. Ketika bertugas di Kendari, Try bertemu Panglima Operasi Mandala Mayjen Soeharto. 

Seiring waktu, kariernya terus meningkat. Selepas mengikuti pendidikan Seskoad, berbagai jabatan dipercayakan kepadanya. Namun yang membuat berdegup kencang adalah ketika Soeharto membutuhkan ajudan untuk menggantikan Kolonel Suharso. ABRI menyerahkan beberapa nama untuk dipilih, salah satunya Try.

Sungguh mujur, arek Suroboyo ini akhirnya didapuk sebagai ajudan Pak Harto. Sebuah jabatan yang benar-benar tak pernah dibayangkan sebelumnya. 

Menurut Puspen TNI, itu terjadi pada 1974. Dari sini karier suami dari Tuti Sutiawati itu meroket. Pada 1978, dia diangkat ke posisi Kepala Komando Daerah Staf di Kodam XVI/Udayana. Setahun kemudian, ia akan menjadi Panglima Daerah Kodam (Pangdam) IV/Sriwijaya. Empat tahun kemudian, ia diangkat sebagai Pangdam V / Jaya dan ditempatkan di Jakarta.

Agustus 1985 pangkatnya dinaikkan lagi menjadi Letjen TNI sekaligus diangkat menjabat Wakil KSAD, mendampingi KSAD saat itu, Jenderal TNI Rudini. Tak lama, persisnya pada Juni 1986 atau 10 bulan sejak diangkat menjadi orang nomor 2 di matra AD, bintangnya semakin benderan. Try diangkat menjadi KSAD.

Belum berakhir di situ. Karier anak sopir ambulans ini melesat ke titik tertinggi. Try dipercaya Soeharto menjadi Panglima ABRI menggantikan Jenderal TNI Leonardus Benyamin Moerdani. Dia memegang tongkat komando itu pada rentang 1988-1993. Ini catatan sejarah tersendiri. Sungguh istimewa ketika lulusan kecabangan zeni bisa tembus menjadi KSAD hingga Panglima.

Try menulis tinta emas saat didapuk menjadi Wakil Presiden ke-6 RI. Mertua dari Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu ini mendampingi Seoharto dari 11 Maret 1993 sampai 11 Maret 1998.

Dua putra Try mengikuti jejaknya masuk akademi militer/kepolisian. Pertama, Irjen Pol (Purn) Firman Shantyabudi, lulusan Akpol 1988 yang baru saja purnatugas dari Kakorlantas. Kedua, Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo. Lulusan Lembah Tidar 1992 ini sekarang menjabat Wadan Kodiklatad.

Editor: Donald Karouw

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut