Fadli Zon Ungkap Gelar Pahlawan untuk Soeharto Lewati Kajian Panjang, Libatkan Sejarawan
JAKARTA, iNews.id - Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengungkapkan penetapan Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai pahlawan nasional telah melalui kajian panjang. Para sejarawan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia pun dilibatkan dalam kajian tersebut.
“Yang terkait perjuangan Pak Harto, selama ini yang sudah dikaji antara lain itu Serangan Umum 1 Maret, beliau ikut pertempuran di Ambarawa, ikut pertempuran Lima Hari di Semarang, menjadi Komandan Operasi Mandala perebutan Irian Barat, dan juga kiprah Presiden Soeharto pembangunan lima tahunan telah membantu di dalam pengentasan kemiskinan, memperbaiki ekonomi,” ujar Fadli dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (10/11/2025).
Fadli menjelaskan, penilaian terhadap jasa Soeharto tidak hanya berfokus pada masa kepemimpinannya sebagai presiden, tetapi juga pada kontribusinya di bidang militer dan sosial-ekonomi.
“Apalagi ketika itu kita mengalami inflasi luar biasa sampai 600 persen, pertumbuhan (ekonomi) juga minus. Jadi banyak sekali, termasuk pendirian sekolah-sekolah yang luar biasa,” kata Fadli.
Fadli menambahkan Soeharto dinilai berperan penting dalam menjaga stabilitas nasional, terutama pada masa Gerakan 30 September PKI (G30S/PKI).
Menanggapi perdebatan publik mengenai dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dikaitkan dengan masa pemerintahan Soeharto, Fadli menegaskan isu tersebut telah melalui proses hukum.
“Yang terkait dengan kasus-kasus itu kan pasti sudah ada proses hukumnya dan semua proses hukum itu sudah tuntas dan itu tidak terkait dengan Presiden Soeharto,” tegasnya.
Fadli juga menepis anggapan Kerusuhan Mei 1998 berkaitan langsung dengan Soeharto.
“Kerusuhan Mei (1998) kan tidak ada kaitannya, enggak ada. Kalau soal itu saya kira sudah tidak ada masalah. Sebagaimana itu dari bawah, sudah melalui suatu proses, tidak ada masalah hukum,” katanya.
Fadli menekankan, penulisan sejarah nasional harus dilakukan secara ilmiah, objektif, dan bebas dari bias politik.
“Kalau terkait dengan penulisan sejarah, sebagaimana saya sampaikan, sejarah kita tulis secara profesional oleh para sejarawan, para ahlinya. Kita tidak ingin membolak-balikkan atau membelokkan sejarah,” ujarnya.
Kementerian Kebudayaan, lanjutnya, kini tengah memperkuat riset sejarah melalui Direktorat Sejarah dan Museum dengan melibatkan puluhan perguruan tinggi untuk meneliti kembali peran tokoh-tokoh bangsa, termasuk Soeharto.
"Yang kami lakukan di Kementerian Kebudayaan, para sejarawan dari puluhan perguruan tinggi nanti akan terus melakukan penelitian,” katanya.
Editor: Rizky Agustian