Fakta-Fakta Pendaki Brasil Jatuh di Gunung Rinjani: Kronologi dan Proses Evakuasi yang Menegangkan
JAKARTA, iNews.id - Fakta-fakta pendaki Brasil jatuh di Gunung Rinjani menjadi sorotan utama setelah insiden tragis yang menimpa seorang pendaki asal Brasil bernama Juliana Marins. Kejadian ini tidak hanya mengguncang dunia pendakian di Indonesia, tetapi juga mengingatkan kita akan risiko besar yang mengintai di gunung berapi aktif dengan medan ekstrem seperti Rinjani.
Berikut penjelasan iNews.id dari berbagai sumber terkait fakta-fakta pendaki Brasil jatuh di Gunung Rinjani:
Pada Sabtu pagi, 21 Juni 2025, Juliana Marins bersama rombongan pendaki yang dipandu oleh seorang guide lokal memulai perjalanan menuju puncak Gunung Rinjani dari pos pendakian Sembalun. Juliana diketahui mengalami kelelahan dan sempat meminta waktu istirahat. Namun, karena jadwal pendakian yang ketat dan cuaca yang tidak menentu, rombongan melanjutkan perjalanan.
Sekitar pukul 06.30 WITA, Juliana terjatuh ke jurang yang curam di dekat Danau Segara Anak. Lokasi jatuh berada di lereng yang memiliki kemiringan hampir 70 derajat dengan permukaan berbatu dan pasir yang sangat licin. Rombongan segera melaporkan kejadian tersebut ke pos SAR terdekat, dan proses pencarian pun dimulai dengan cepat.
Gunung Rinjani merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia dengan ketinggian mencapai 3.726 meter di atas permukaan laut. Medan pendakian yang ekstrem dan cuaca yang tidak menentu sering menjadi tantangan besar bagi para pendaki.
Lokasi jatuhnya Juliana berada di sekitar kawah Danau Segara Anak yang memiliki lereng curam dan kondisi tanah yang mudah longsor. Suhu udara saat kejadian diperkirakan mencapai 5-10 derajat Celsius dengan angin kencang yang menambah risiko bagi proses evakuasi.
Selain itu, jarak dari pos terdekat ke lokasi jatuh sekitar 3 kilometer dengan jalur yang sulit dilalui.
Tim SAR gabungan yang terdiri dari Basarnas, TNI, Polri, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), serta relawan dan porter lokal langsung dikerahkan. Mereka menggunakan peralatan khusus seperti tali pengaman, alat komunikasi radio, dan drone thermal untuk mencari keberadaan Juliana.
Drone thermal berhasil mendeteksi keberadaan korban pada Senin pagi, 23 Juni 2025, di kedalaman sekitar 400 meter dari titik jatuh. Sayangnya, Juliana ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa. Tim evakuasi kemudian merencanakan operasi penyelamatan jasad dengan mempertimbangkan faktor keamanan bagi para penyelamat.
Evakuasi dilakukan secara bertahap dengan menggunakan teknik rappelling dan pengangkatan secara manual. Helikopter juga disiapkan untuk evakuasi udara, namun medan yang sempit dan cuaca buruk membatasi penggunaannya. Setelah hampir tiga hari bekerja keras, tim SAR berhasil mengevakuasi jasad Juliana ke pos pendakian.