Fenomena Embun Beku bak Salju di Gunung Bromo, Suhu Ekstrem Capai 0 Derajat Celsius
MALANG, iNews.id – Fenomena embun beku bak salju kembali muncul di kawasan Gunung Bromo akibat suhu udara ekstrem yang mencapai 0 derajat Celsius. Peristiwa langka ini menyelimuti Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), membuat suasana tampak seperti musim dingin di negeri empat musim.
Embun es atau embun upas (frost) tampak menutupi savana dan lautan pasir, terutama di kawasan Lembah Watangan, Ranu Kumbolo hingga Ranupani. Beberapa tanaman dan rerumputan tampak memutih akibat lapisan es yang membeku di pagi hari.
"Sepanjang bulan Juli 2025 telah terjadi beberapa kali fenomena embun beku, yaitu embun yang seperti es," ujar Kabag Tata Usaha Balai Besar TNBTS Septi Eka Wardhani, Kamis (24/7/2025).
Septi menjelaskan, fenomena salju di Gunung Bromo merupakan kejadian tahunan yang biasanya berlangsung antara Juli hingga Agustus. Saat musim kemarau tiba, suhu udara di kawasan TNBTS bisa jatuh hingga 0 derajat pada dini hari hingga pagi.
"Fenomena embun beku ini terjadi sekitar bulan Juli sampai Agustus setiap tahun, kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dalam kondisi yang sangat dingin," katanya.
Kemunculan es beku tak hanya terpantau di Bromo, tetapi juga hingga ke Gunung Semeru, seperti di Ranu Kumbolo dan Ranu Regulo, Desa Ranupani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang.
"Fenomena ini terjadi di beberapa lokasi seperti di Laut Pasir, sekitar Savana Lembah Watangan, Ranupani, Ranu Regulo dan sekitar Oro-oro Ombo," kata Septi.
Suhu ekstrem ini justru menjadi magnet wisata. Wisatawan memadati Gunung Bromo untuk menyaksikan langsung fenomena salju yang hanya terjadi setahun sekali.
"Rata-rata wisatawan itu memang penasaran melihat. Jumlahnya cukup banyak yang datang kalau di musim-musim gini, penasaran sama salju di Bromo," ujar Ahnaf Lentera Jagad, pemandu wisata Bromo.
Fenomena langka ini menjadikan Bromo sebagai salah satu destinasi eksotis yang tak hanya menyajikan pemandangan matahari terbit, tetapi juga sensasi “salju tropis” yang langka di Indonesia.
Editor: Donald Karouw