Gaji Purbaya Yudhi saat Jadi Menkeu dan Komisaris LPS, Selisihnya Bikin Geger!

JAKARTA, iNews.id - Gaji Purbaya Yudhi saat jadi Menkeu dan komisaris LPS menjadi sorotan publik setelah Purbaya Yudhi Sadewa mengakui bahwa gaji sebagai Menteri Keuangan lebih kecil dibandingkan waktu ia memimpin LPS sebagai Ketua Dewan Komisioner.
Pernyataan ini memicu pertanyaan: berapa sebenarnya gaji pokok, tunjangan, fasilitas, dan pendapatan total ia di kedua posisi tersebut? Artikel ini akan membandingkan rinciannya berdasarkan regulasi dan data yang tersedia.
Sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) RI sejak dilantik pada 8 September 2025, Purbaya Yudhi Sadewa mendapatkan gaji dan tunjangan berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk menteri negara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2000, gaji pokok untuk menteri sebesar Rp 5.040.000 per bulan.
Selain itu, ada tunjangan jabatan menteri menurut Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 68 Tahun 2001, sebesar Rp 13.608.000 per bulan.
Sehingga, jika digabungkan, gaji pokok ditambah tunjangan tetap yang diterima adalah sekitar Rp 18.648.000 per bulan.
Di luar itu, ia juga memperoleh fasilitas jabatan seperti rumah dinas, kendaraan dinas, jaminan kesehatan, serta fasilitas administratif dan operasional lainnya yang melekat pada jabatan menteri.
Terdapat pula dana operasional menteri (DOM), dana taktis atau protokoler, yang menurut beberapa laporan bisa mencapai Rp 100 juta hingga Rp 150 juta per bulan. Namun, perlu dicatat bahwa dana operasional ini digunakan untuk kepentingan kedinasan, bukan seluruhnya berupa “uang masuk kantong pribadi.”
Pada masa sebelum menjabat sebagai Menkeu, Purbaya Yudhi Sadewa pernah menjadi Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Saat itu, pendapatan ia jauh lebih tinggi dibandingkan posisi menteri.
Salah satu data yang sempat dipublikasikan adalah bahwa pada sekitar tahun 2014, Ketua LPS menerima gaji sekitar Rp 175.000.000 per bulan.
Jumlah itu tentu belum termasuk tunjangan dan fasilitas lain yang mungkin diterima. Karena LPS adalah lembaga strategis yang posisinya sebanding dengan OJK dan Bank Indonesia, kompensasi bagi pimpinannya cenderung jauh di atas rata-rata pejabat negara biasa.