Gerakan Jaga Pemilu Soroti Cawapres Dibantu Ordal, Ajak Milenial-Gen Z Selamatkan Demokrasi
JAKARTA, iNews.id - Aktivis Gerakan Jaga Pemilu, Airlangga Pribadi Kusman menyoroti Gen z yang diduga dibantu oleh orang dalam (ordal) untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres). Dia pun mengajak milenial dan gen z untuk bergerak menyelamatkan demokrasi.
"Ada seorang Gen Z naik menjadi cawapres dengan bantuan orang dalam (ordal), sementara kita tahu kawan-kawan Gen Z yang bertahun-tahun bekerja mengkritisi UU Ciptaker dan melawan pelemahan demokrasi, malah dicap taliban atau mengalami represi,” kata Airlangga dalam diskusi di Institut Pertanian Bogor (IPB), Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/12/2023).
Dia mengingatkan para pendiri bangsa sudah menyepakati bahwa Indonesia untuk semua. Seorang presiden, kata dia, jangan sampai dengan mudah dan dengan segala cara menjadikan anaknya sebagai penerusnya.
"Karena yang kita bangun adalah republik, bukan kerajaan, bukan monarki, apalagi republik rasa kerajaan,” katanya.
Dia mengajak para generasi muda Indonesia harus bergerak dan tampil sebagai kelas menengah, kekuatan yang masih diharapkan untuk membela dan mempertahankan demokrasi.
“Karena ini bukan sekedar pengkhianatan demokrasi dan etika, namun juga pengingkaran kontrak sosial negara ini. Ini bukan soal membela capres-capres tertentu, tapi tentang kita menyelamatkan demokrasi kita,” ujarnya.
“Apakah kita mau formalnya Republik Indonesia, tapi substansinya kerajaan? Kalau tidak mau, maka mari kita hadir dan menangkan kekuasaan,” tutur dia.
Sementara itu, dosen senior Western Sydney University, Mohammad Zulfan Tadjoeddin bercerita tentang jalan panjang transisi demokrasi Indonesia sejak era kemerdekaan hingga saat ini. Dia mengungkapkan, Indonesia pada 1950-an pernah bereksperimen demokrasi liberal; lalu era pembangunan ekonomi di masa Orde Baru Soeharto.
Dia menjelaskan, bagaimana peningkatan kesejahteraan ekonomi era Orde Baru menghasilkan masyarakat berpendidikan dan lebih sejahtera yang perlahan menuntut kebebasan.
“Rakyat ingin didengar dan tak mau dibungkam. Akhirnya lahirlah reformasi 1998. Orba tumbang dan Indonesia pun memasuki masa transisi demokrasi,” katanya.
Kondisi terkini, menurut Zulfan, sangat mengkhawatirkan. Dia mengatakan, demokrasi rusak bukan disebabkan oleh ancaman senjata, tetapi bisa oleh mereka yang terpilih secara demokratis.
“Dan sudah ada banyak contohnya di dunia, dan salah satu contohnya yang terkenal adalah Hitler. Hitler terpilih secara demokratis, tetapi dia membawa Jerman setelah perang dunia pertama menuju perang kedua, negara sangat otoriter. Jadi Demokrasi itu bisa juga dirusak oleh mereka-mereka yang terpilih secara demokratis,” tutur Zulfan.
Editor: Rizky Agustian