Hasto Minta Hakim Vonis Bebas, Nilai Dakwaan JPU Tak Terbukti
JAKARTA, iNews.id - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto meminta hakim membebaskan dirinya dari dakwaan terkait tindak pidana suap dan perintangan penyidikan. Menurutnya, segala dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terbukti.
Hal itu disampaikan dalam sidang pembacaan pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025). Hasto merupakan terdakwa dalam perkara suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR sekaligus perintangan penyidikan perkara yang sama.
Hasto dan tim kuasa hukumnya meminta hakim menyatakan Hasto tidak terbukti atas tindak pidana yang didakwakan.
"Membebaskan Terdakwa Hasto Kristiyanto dari segala dakwaan (verkapte vrijspraak), atau setidak-tidaknya dinyatakan lepas dari segala tuntutan (onslag van alle rechts vervolging)," ucap Hasto, Kamis (10/7/2025).
Hasto juga meminta hakim untuk memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) mengeluarkan dirinya dari rumah tahanan KPK setelah putusan dibacakan. Hasto juga meminta agar JPU untuk memulihkan nama baiknya.
"Memulihkan nama baik dan hak terdakwa Hasto Kristiyanto dalam kemampuan, kedudukan harkat dan martabatnya seperti semula," tuturnya.
Hasto juga meminta agar penuntut umum mengembalikan barang miliknya berupa satu Buku Warna Hitam Bertuliskan KompasTV #TemanTerpercaya; satu Buku Warna Hitam Bertuliskan ERICA, E-156, PersonalNote Book; satu Note Book Warna Merah Putih Bertuliskan PDI Perjuangan
"Atau Apabila Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, maka kami tetap memohon kiranya Putusan terhadap diri Terdakwa yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," katanya.
Sebagai informasi, JPU menuntut Hasto dihukum 7 tahun penjara dalam perkara suap PAWanggota DPR 2019-2024 sekaligus perintangan penyidikan kasus itu.
Jaksa menilai Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan. Jaksa juga menuntut majelis hakim menjatuhi hukuman terhadap Hasto membayar denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan penjara.
Editor: Aditya Pratama