Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Sidang PK Eks Dirut Asabri Adam Damiri, Ahli Nilai Hukuman Uang Pengganti Tidak Tepat
Advertisement . Scroll to see content

Heru Hidayat Divonis Nihil di Kasus Korupsi Pengelolaan Dana PT Asabri, Ini Artinya

Rabu, 19 Januari 2022 - 07:18:00 WIB
Heru Hidayat Divonis Nihil di Kasus Korupsi Pengelolaan Dana PT Asabri, Ini Artinya
Terdakwa Heru Hidayat menjalani sidang vonis kasus korupsi Asabri. (Foto MNC Portal).
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA iNews.id  - Tuntutan hukuman mati Presiden Komisaris PT Trade Alam Mineral (TRAM), Heru Hidayat pada kasus Korupsi Asabri yang diajukan oleh jaksa penuntut ditolak oleh Majelis Hakim, Selasa (18/1/2022). Hakim mempertimbangkan jaksa tidak memasukkan pasal hukuman mati pada dakwaannya. 

Dengan pertimbangan tersebut, Heru divonis dengan dengan pidana nihil. Vonis nihil memiliki pengertian tidak ada penambahan hukuman pidana penjara. Alasannya hukuman yang diterima oleh terdakwa dalam kasus sebelumnya jika diakumulasi sudah mencapai batas angka maksimal yang diperbolehkan oleh undang-undang.

Seperti diketahui, Hakim sudah menghukum Heru Hidayat dengan penjara seumur hidup pada kasus korupsi Jiwasraya, Senin (26/10/2021). Oleh karena itu, hukuman yang diterima Heru dinilai sudah maksimal.

Selain Heru, vonis nihil pernah diberikan pada Dukun Pengganda Uang Dimas Kanjeng Taat Pribadi. 

Saat itu, Dimas Kanjeng sudah menjalani vonis penjara untuk kasus pembunuhan selama 18 tahun penjara dan kasus penipuan selama tiga tahun penjara. Jika diakumulasi, total masa pidana penjara terdakwa selama 21 tahun.

Padahal undang-undang secara kumulatif tidak membolehkan hukuman melebihi dari 20 tahun. Maka, pidana pada Dimas Kanjeng nihil.

Sebelumnya, pada kasus Heru, salah satu anggota hakim Ali Muhtarom, membacakan amar putusan yang menegaskan tidak adanya hukuman mati dalam dakwaan. Ali menegaskan hal ini dikarenakan dakwaan jaksa penuntut umum tidak mencantumkan pasal 2 ayat 2 UU pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

"Menimbang bahwa pasal 2 ayat 2 UU pemberantasan Tipikor tidak dicantumkan dalam dakwaan jaksa penuntut umum. Maka terdakwa tidaklah dapat dituntut berdasarkan pasal 2 ayat 2 UU tersebut, meskipun terdakwa telah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi pengulangan mengulang tindak pidana pada kasus korupsi Jiwasraya," katanya saat pembacaan putusan di PN Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (18/1/2022). 

Hakim berujar ketidakhadiran pasal tersebut dalam surat dakwaan menjadi landasan pada pembuktian tuntutan. Oleh karenanya, hakim sepakat untuk tidak akan mengeluarkan putusan yang jauh dari surat dakwaan. 

"Menimbang bahwa terhadap tuntutan pidana mati tersebut majelis hakim berpendapat sebagai berikut. Bahwa Surat dakwaan merupakan landasan rujukan serta batasan dalam pembuktian tuntutan dan putusan suatu perkara pidana," tutur hakim. 

Ali Muhtarom menambahkan bahwasanya Surat Dakwaan adalah batas kewenangan yang dimiliki jaksa penuntut umum dalam tuntutannya. 

"Surat dakwaan adalah pagar atau batasan yang jelas dalam memeriksa perkara persidangan bagi pihak-pihak. Untuk penuntut umum agar tidak melampaui kewenangan dalam menuntut terdakwa," katanya lagi. 

Untuk itu berdasarkan pasal 182 ayat 4 KUHAP, hakim meyakini putusannya tidak boleh keluar dari surat dakwaan. 

"Sebagai mana digariskan dalam pasal 182 ayat 4 KUHAP, dengan adanya kata harus dalam pasal 182 maka putusan tidak boleh keluar dari surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang," tuturnya. 

Editor: Muhammad Fida Ul Haq

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut