Ini 7 Usulan Pemerintah dalam RUU TPKS, Ada soal Perkawinan Paksa
JAKARTA, iNews.id – Gugus Tugas Pemerintah untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah menyelesaikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) untuk dibahas dengan DPR mulai besok, Rabu (23/2/2022). Sedikitnya ada 7 usulan baru dari Pemerintah di dalam DIM.
Usulan tersebut diungkap Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej dalam temu media di kantornya, Selasa (22/2/2022). Berikut ini ringkasan 7 usulan tersebut:
1. Pemprov, Pemkot dan Pemkab wajib membentuk Unit Pelaksana Tugas Daerah Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPTD PPA) sebagai one stop crisis center untuk para korban kekerasan seksual.
2. RUU TPKS mengatur rinci kejahatan seksual yang timbul karena relasi kuasa. Misalnya antara dosen dan mahasiswa, guru dan murid, majikan dan anak buah, bos dan sekretaris, dan lain-lain.
“Usulan ini muncul antara lain karena Indonesia kental budaya patriarki. Lazimnya terjadi tanpa paksaan meski korban terpaksa,” kata Eddy, sapaan akrab Wamenkumham.
3. RUU TPKS mengatur pelecehan seksual berdasarkan budaya atau adat dengan korban orang dewasa sebagai delik aduan. Apabila korbannya anak-anak dan disabilitas maka menjadi delik biasa.
4. Perkawinan paksa dan perbudakan seksual menjadi tindak pidana. Ini menambah pidana usulan dari DPR seperti pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non-fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi dan penyiksaan seksual.
5. Restitusi menjadi kewajiban. Selain pidana penjara atau pidana denda, hakim wajib menetapkan besarnya restitusi untuk pemulihan korban.
Pelaku yang tak mampu membayar restitusi, hartanya akan disita atau subsider hukuman penjara. Pemulihan korban akan ditanggung negara dengan kompensasi. Restitusi akan dihitung oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Polisi pun bisa langsung melakukan sita jaminan agar tersangka tidak sempat mengalihkan hartanya yang akan digunakan untuk restitusi,” jelas Eddy.