Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Pajak Kripto hingga Pinjol Tembus Rp42,53 Triliun per September 2025
Advertisement . Scroll to see content

Izin Usaha Pinjol Dicabut OJK, Apakah Utang Debitur Dianggap Lunas?

Selasa, 30 Juli 2024 - 21:05:00 WIB
Izin Usaha Pinjol Dicabut OJK, Apakah Utang Debitur Dianggap Lunas?
Ilustrasi terjerat pinjaman online (pinjol). (Foto: Pexels)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Pinjaman online (pinjol) yang juga dikenal fintech peer to peer lending (P2P) banyak dimanfaatkan masyarakat karena menjadi solusi saat membutuhkan dana cepat. Namun, pinjol juga bisa menjadi masalah jika tidak mempertimbangkan kemampuan membayar saat mengajukan pinjaman.

Apalagi, jika debitur meminjam uang dari beberapa pinjol sekaligus. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengingatkan masyarakat agar jangan sampai meminjam ke banyak fintech P2P lending dalam waktu bersamaan. Pastikan juga meminjam ke pinjol yang izin usahanya legal atau terdaftar di OJK.

Jika izin usaha pinjol dicabut OJK, apakah utang debitur dianggap lunas? Pertanyaan ini disampaikan pembaca iNews.id yang terjerat banyak pinjaman online. Dia akhirnya bisa melunasi sebagian utang tersebut. Sebagian tidak dibayar karena perusahaannya tutup. Namun, belakangan ada pihak mengaku sebagai perwakilan dari pinjol tersebut dan ingin menagih utangnya. 

Berikut pertanyaan lengkapnya:

Sebelum Covid melanda di 2019-2022, saya terjerat fintech (pinjaman online) tapi saya hanya mencoba yang OJK saja. Saat itu karena Covid, utang terus menumpuk sebab usaha dan kerja terdampak. Di pertengahan 2023, saya sudah bisa sedikit demi sedikit melunasi utang di beberapa tempat (hingga sisa 2/3 dari total keseluruhan pinjaman saya). 
Waktu itu saya meminjam di beberapa tempat (7-10, saya agak lupa) sebab beberapa dari mereka kini sudah bangkrut dan dicoret dari OJK 2023.

Kini ada pihak (B) yang mengaku perwakilan dari kreditur (A/fintech yang sudah bubar dan bangkrut) dan ingin menagih pembayaran pinjaman via email lama saya karena mereka telah "membeli" pengalihan utang dari Pihak A. Yang ingin saya tanyakan apakah:
1.a) Apakah legal tindakan seperti "membeli" surat utang sebagai alasan untuk menagih ke debitur dari A. Bukankah itu melanggar UU ITE (penjualan data dan identitas ke pihak ketiga)?
1.b) Bagaimana cara saya membuktikan bahwa mereka benar dari pihak (A) dan bukan penipu/debt collector palsu seperti kasus-kasus penipuan penagihan paksa debt collector?
2.a) Apakah bisa saya cukup datang ke OJK dan mencetak slip saya, untuk melihat jumlah dan total utang saya dari fintech-fintech (OJK)?
2.b) Bagaimana cara saya menghindari hal-hal di atas agar tidak terjadi lagi, jika pihak kreditur sudah bangkrut atau tidak ada?
Terima kasih atas perhatiannya

Penanya: KOF (nama disamarkan)

Kami telah menyampaikan pertanyaan pembaca iNews.id kepada Slamet Yuono, S.H., M.H. (Partner pada Kantor Hukum Sembilan Sembilan Rekan). 

Berikut jawaban dan penjelasannya:

Kami mengucapkan terima kasih atas pertanyaan yang disampaikan Saudara KOF melalui iNews Litigasi. Kami mengapresiasi upaya Saudara untuk bangkit dari keterpurukan akibat badai Covid yang sempat kita rasakan bersama dampaknya. 

Dari kronologi dan pertanyaan Saudara KOF, kami mencoba untuk memberikan jawaban dan pendapat berdasarkan pengalaman kami saat mengadvokasi dan mengedukasi masyarakat, khususnya para debitur yang memanfaatkan jasa Fintech P2P Lending (di masyarakat lebih dikenal dengan istilah pinjol).

Di samping itu, analisis atas jawaban dan pendapat yang kami berikan tentunya berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jawaban, pendapat dan saran dari kami tidak mengikat kepada suatu institusi/lembaga atau individu tertentu. Jawaban, pendapat dan saran yang kami berikan bisa dipergunakan sebagai guidance bagi Saudara penanya atau masyarakat yang mengalami kejadian serupa. Tentu dalam implementasinya harus disesuaikan dengan fakta dan kondisi yang sebenarnya dengan didukung bukti-bukti sah.

1.a. Apakah legal tindakan seperti "membeli" surat utang sebagai alasan untuk menagih ke debitur dari A. Bukankah itu melanggar UU ITE (penjualan data dan identitas ke pihak ketiga).

Dalam kronologi, Saudara menyampaikan Fintech A sudah bubar dan bangkrut. Kemudian, ada pihak B yang mengaku perwakilan dari Fintech A yang telah membeli pengalihan utang. Sejauh pemahaman kami terkait Fintech P2P Lending (pinjol), tidak dikenal dan tidak diatur mengenai "membeli pengalihan utang". Jika hal ini memang benar terjadi, ada jual beli "tagihan pinjol", maka hal tersebut melanggar dan bertentangan dengan Peraturan OJK No. 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Pada pasal 85 ayat (1) Peraturan OJK dimaksud disebutkan "Penyelenggara yang dicabut izin usahanya wajib menyelenggarakan RUPS untuk memutuskan pembubaran yang bersangkutan dan membentuk tim likuidasi paling lama 30 hari kalender sejak tanggal dicabutnya izin usaha". 

Sebagai salah satu contoh mengenai pencabutan izin usaha dan pembentukan tim likuidasi dapat diperhatikan dari laman situs OJK tentang Pengumuman Nomor PENG-25/PL.02/2024 tentang Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi PT SGR. Dalam pengumuman tersebut disampaikan sehubungan dengan pencabutan izin usaha PT SGR, maka: 

1. PT SGR dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
2. PT SGR wajib menyelenggarakan RUPS untuk memutuskan pembubaran dan pembentukan Tim Likuidasi.
3. Penyelesaian hak dan kewajiban PT SGR akan dilakukan oleh tim likuidasi yang dibentuk sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan adanya pencabutan izin usaha dari perusahaan penyelenggara, menurut kami yang memiliki hak untuk berhubungan dengan debitur/peminjam adalah tim likuidasi yang telah dibentuk secara sah dan diakui oleh OJK. Apabila ada pihak yang mengatasnamakan perwakilan dari perusahaan penyelenggara yang telah dicabut izinnya, harus dikonfirmasi terlebih dahulu ke OJK untuk mengetahui keabsahan pihak yang mengatasnamakan perwakilan tadi.

Jika ternyata ada pihak lain di luar tim likuidasi yang melakukan "jual beli pengalihan utang" sebagaimana Saudara sampaikan dalam kronologi, maka di samping bertentangan dan melanggar Peraturan OJK, hal tersebut berpotensi melanggar Pasal 65 ayat 1 s/d 3 UU No 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang berbunyi:

1. Setiap orang dilarang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi.
2. Setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya.
3. Setiap orang dilarang secara melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya.

Ancaman pidana atas pelanggaran Pasal 65 ayat 1 s/d 3  diatur dalam Pasal 67 ayat  1 s/d 3 UU tentang Perlindungan Data Pribadi, yang berbunyi:
1. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
3. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Di samping sanksi pidana bagi yang memperoleh atau mengumpulkan dan atau mengungkapkan dan atau menggunakan data pribadi secara melawan hukum, dalam UU ITE dibuka peluang untuk mengajukan gugatan bagi masyarakat yang dirugikan menyangkut data pribadi. 

Hal ini sebagai dimaksud dalam Pasal 26 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang berbunyi: 
1. Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.

2. Setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan undang-undang ini.

1.b. Bagaimana cara saya membuktikan bahwa mereka benar dari pihak (A) dan bukan penipu/debt collector palsu seperti kasus-kasus penipuan penagihan paksa debt collector?
Untuk menghindari adanya penipuan/pengancaman/pemanfaatan data pribadi secara melawan hukum oleh pihak yang mengatasnamakan perwakilan dari perusahaan penyelenggara yang telah dicabut izin usahanya oleh OJK, maka Saudara bisa mengambil tindakan, antara lain:
- Menanyakan keabsahan pihak B dalam melakukan penagihan jika memang merupakan perwakilan dari perusahaan penyelenggara (Fintech A).
- Menyampaikan kepada pihak B, seharusnya yang menghubungi Saudara adalah tim likuidasi yang diakui secara sah oleh OJK.
- Ada baiknya Saudara bertemu secara langsung untuk menghindari penipuan dan mengajak saksi untuk ikut dalam pertemuan tersebut.
- Jangan melakukan pembayaran terlebih dahulu jika belum jelas dan pasti tentang kedudukan dari pihak B.

2.a. Apakah bisa saya cukup datang ke OJK dan mencetak slip saya untuk melihat jumlah dan total utang saya dari fintech (OJK)?
Mengenai inisiatif Saudara untuk datang ke OJK merupakan tindakan yang tepat dan harus segera dilakukan. Saran dari kami ada beberapa hal yang perlu Saudara sampaikan jika memang pertemuan dengan OJK tersebut terjadi, antara lain:
- Saudara bisa menanyakan kepada OJK tentang Perusahaan Penyelenggara /Fintech P2P Lending yang telah dicabut izinnya tersebut apakah sudah dibentuk tim likuidasi. Hal ini perlu ditanyakan untuk menghindari terjerat penipuan;
- Saudara bisa meminta contact person dari tim likuidasi atau dari OJK untuk terkait dengan penyelesaian pinjaman.
- Meminta saran dari OJK terkait sikap Saudara jika ada pihak lain yang melakukan penagihan dan mengatanamakan perwakilan dari fintech yang telah dicabut izinnya.

Fakta yang terjadi di lapangan, banyak masyarakat menjadi korban penipuan/ancaman penyebaran data pribadi dari pihak lain yang mengaku sebagai perwakilan dari perusahaan penyelenggara (Fintech P2P Lending) yang telah dicabut izinnya oleh OJK. Yang lebih mengenaskan, adanya pemikiran masyarakat jika perusahaan penyelenggara (Fintech P2P Lending) ditutup/dicabut izinnya, maka utang otomatis menjadi lunas.

Menyikapi fenomena ini, kami dari Kantor Hukum Sembilan Sembilan dan Rekan menyarankan kepada OJK agar:
- Berperan aktif untuk memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat terkait langkah-langkah untuk menyelesaikan pinjaman online jika perusahaan penyelenggara (Fintech P2P Lending) dimaksud telah dicabut izinnya. Karena tidak semua masyarakat dapat mengakses setiap informasi dan peraturan yang disampaikan oleh OJK dalam laman situsnya, termasuk adanya tim likuidasi yang dibentuk pascaperusahaan fintech dicabut izinnya.
- Membuat semacam buku saku mengenai petunjuk dan pelaksanaan terkait penyelesaian pinjaman oleh debitur jika perusahaan penyelenggara (Fintech P2P Lending) dicabut izinnya.
- Secara ketat memantau dan mengawasi serta memberikan sanksi yang tegas kepada perusahaan penyelenggara (Fintech P2P Lending) yang telah dicabut izin usahanya tetapi ternyata memanfaatkan pihak lain untuk melakukan penagihan.

2.a. Bagaimana saya cara menghindari hal-hal di atas agar tidak terjadi lagi, jika pihak kreditur sudah bangkrut atau tidak ada?
Untuk menghindari adanya salah bayar, penipuan, pengancaman penyebaran data pribadi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab yang mengaku sebagai perwakilan dari perusahaan penyelenggara (Fintech P2P Lending) tertentu yang telah dicabut izinnya oleh OJK, antara lain:
- Harus ada peran aktif dari masyarakat/debitur untuk berkomunikasi/konsultasi dengan OJK baik di pusat atau di daerah agar terhindar dari tindakan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
- Adanya peran aktif dari OJK untuk memberikan informasi dan mengedukasi masyarakat mengenai akibat hukum dari pencabutan izin perusahaan penyelenggara (Fintech P2P Lending) dan bagaimana langkah-langlah dari debitur untuk menyelesaikan pinjaman jika perusahaan penyelenggara dicabut izinnya.
- Peran serta stake holder terkait termasuk DPR RI, Kominfo, AFPI bersama OJK untuk mengkaji aturan tentang penyelesaian pinjaman oleh debitur jika perusahaan penyelenggara (Fintech P2P Lending) dicabut izinnya.
- Peran aktif penegak hukum terkait dengan penyalahgunaan data pribadi oleh pihak yang mengaku perwakilan dari perusahaan penyelenggara (Fintech P2P Lending) yang telah dicabut izinnya. Hal ini untuk memberikan shock therapy kepada oknum yang memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat tentang hal ini.

Demikian jawaban dan pendapat dari kami mengenai pertanyaan yang disampaikan oleh Saudara KOF. Semoga menjadi perhatian dari OJK mengenai hal ini. OJK tidak hanya menggunakan kewenangannya untuk mencabut izin dari Fintech P2P Lending saja, tetapi harus memperhatikan juga masyarakat yang menjadi debitur yang telah dicabut izinnya tersebut agar jangan sampai menjadi korban penipuan/pengancaman/pemanfaatan data pribadi dan korban pandangan yang keliru tentang anggapan lunasnya utang jika perusahan penyelenggara pinjol dicabut izinnya.

Demikian jawaban dan pandangan dari kami Kantor Hukum Sembilan Sembilan dan Rekan terkait dengan pertanyaan yang telah saudara sampaikan melalui iNews Litigasi. Semoga bermanfaat khususnya bagi penanya, serta masyarakat pada umumnya.

Jakarta, 28 Juli 2024

Hormat kami, 

Slamet Yuono, SH., MH ([email protected])

Partner Kantor Hukum  Sembilan Sembilan dan Rekan

Dasar Hukum: 
1. Undang-Undang No. 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi;
2. Undang-Undang No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
3. Peraturan OJK No. 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi;

Website:
1. https://ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/pengumuman/Pages/OJK-Cabut-Izin-Usaha-Perusahaan-Penyelenggara-LPBBTI-PT-Semangat-Gotong-Royong.aspx

Tentang iNews Litigasi

iNews Litigasi adalah rubrik di iNews.id untuk tanya jawab dan konsultasi permasalahan hukum. Pembaca bisa mengirimkan pertanyaan apa saja terkait masalah hukum yang akan dijawab dan dibahas tuntas para pakar di bidangnya.

Masalah hukum perdata di antaranya perebutan hak asuh anak, pencemaran nama baik, utang piutang, pembagian warisan, sengketa lahan tanah, sengketa kepemilikan barang atau jual-beli, wanprestasi, pelanggaran hak paten, dll. Selain itu juga hukum pidana perdata antara lain kasus penipuan, pengemplangan pajak, pemalsuan dokumen, pemerasan, dll. Begitu pula kasus-kasus UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE) dll.

Editor: Maria Christina

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut