Jalan Hidup Kahardiman: dari UGM ke TNI AU, Ditempa Benny Moerdani, Melesat Jadi Hakim Agung
JAKARTA, iNews.id – Awal September 1982. Deputi KSAU Marsekal Madya TNI Abdul Rachim Alamsyah tiba-tiba memanggil Kahardiman ke kantornya. Tanpa tahu tujuannya, Kahardiman yang kala itu menjabat kepala dinas hukum (kadiskum) AU berpangkat kolonel datang.
“Duduk!” kata Alamsyah. Baru saja Kahardiman mendaratkan tubuh di kursi, perwira tinggi bintang tiga itu langsung menghardik. “Kahardiman, kamu tuh memang enggak senng jadi Kadiskum ya,” ucap Almsyah, mencecar.
Kontan Kahar terkaget-kaget. Dia tak tahu maksud atasannya itu. Kendati demikian, Kahar lantas menanyakan arah pembicaran tersebut. Alamsyah membalas. “Lho, kamu ini sudah mencalonkan diri menjadi Hakim Agung tanpa sepengetahuan kami?” tuturnya, lantas menunjukkan berita kecil di koran tentang daftar nama calon hakim agung.
Di situ tertera nama Kahardiman. Dari situ Kahar, panggilan akrab Kahardiman, mengetahu alasan Deputi KSAU memanggilnya. Tentara kelahiran Yogyakarta itu lantas menerangkan bahwa dirinya bahkan baru tahu telah dicalonkan untuk menjadi hakim agung.
Perbincangan Kahar dan Marsdya Alamsyah tertuang dalam buku biografi “Hakim Agung Kahardiman, dari Oditur, Opstib, hingga Arbiter” karya Andry Hariana dan CB Purnomo, dikutip Sabtu (3/2/2024). Kahardiman kelak memang dilantik sebagai hakim agung. Tapi itu setelah ia tembus pangkat marsekal pertama dan mendekati masa purnatugas.
Yogyakarta menjadi akar kehidupan Kahardiman. Lahir sebagai sulung dari tujuh bersaudara, masa kecil dan remajanya dihabiskan di kota perjuangan tersebut. Ayahnya, Soehirman, seorang guru di Taman Siswa yang kemudian bekerja di OL Mij Bumi Putera. Ibunya, Kaweni, perempuan didikan seorang kiai di daerah Bantul.
TK dilalui Kahardiman di Bibel Wetan, sebelah Jembatan Sayidan. Setelah itu berlanjut ke SD Taman Siswa hingga kelas 3, lalu pindah ke SD Keputran. SMPN 2 Yogya menjadi pelabuhan berikutnya, disusul SMA 6 jurusan C ketika di pendidikan menengah. Semua dilalui dengan mulus.
Lulus dari SMA, Kahardiman masuk Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Ada cerita menarik ketika menempuh kuliah Hukum Pidana. Dia mendapat nilai sangat jelek. Alhasil Kahardiman marah dengan dirinya.
“Saya kesal dan tertantang untuk giat belajar agar ujian berikutnya mendapat nilai baik,” kata Kahardiman. Benar saja. Dalam ujian berikutnya, di luar dugaan dia mendapat nilai terbaik. Karena itu pula, suatu ketika dosennya, Profesor Roeslan Saleh memanggilnya.
“Mengko kowe dadi asisten dosenku yo (nanti kamu jadi asisten dosen ya)?” kata Roslan.
Putaran kehidupan ternyata tak membawa Kahardiman berkutat sebagai akademisi. Justru karier militer lah yang akhirnya menjadi tambatan hati. Semua berawal dari perbincangan dengan sang paman (dari pihak ibu), tentara AU berpangkat kapten. Namanya, Tranggono SH. Kahar mengikuti saran Tranggono untuk mendaftar AURI (kini TNI AU) di Tanah Abang, Jakarta.
Pilihan ini jelas berbeda dengan keinginan ayahnya. Belakangan diketahui bahwa sang bapak berharap Kahar dengan status Meester in de Rechten (sarjana hukum) dapat bekerja di lembaga keuangan terkenal, tampil necis, wangi dan banyak uang.
“Bapak dengar, kerja di AURI itu gajinya kecil. Kamu harus siap miskin,” kata Soehirman. “Iya pak, saya tahu. Tapi saya tetap pada pendirian saya,” jawab Kahar tegas.
Perjalanan karier sebagai serdadu penuh liku. Lulus Latihan Dasar Kemiliteran dan resmi menyandang pangkat letnan satu, Kahardiman mendapat penugasan pertama sebagai Kepala Kejaksaan Wing Operasi 1 Halim Perdanakusuma.
Sebagai Oditur (jaksa militer), pekerjaan Kahar tak jauh-jauh dari menuntaskan penanganan perkara. Tapi, ketika meletus G30 S/PKI episode baru muncul mewarnai kehidupannya. Begitu pemberontakan berhasil ditumpas TNI, para pelaku diadili dan disidangkan.
Nah, di sinilah namanya muncul dalam daftar oditur yang akan mengikuti ujian untuk mahkamah militer luar biasa (mahmilub). Hebatnya, Kahar menjadi lulusan terbaik. “Kamu yang terpilih untuk jadi full Oditur Mahmilub dengan nilai pertama. Selamaat ya,” kata Hakim Agung Asikin Kusumaatmadja yang ditugasi seleksi.
Tapi yang tidak akan terlupa juga ketika Kahar digeser ke Kopkamtib, sebuah lembaga yang dibentuk Soeharto untuk pemulihan keamanan nasional pascagerakan makar 30 S. Di tempat ini sulung dari tujuh bersaudara ini akhirnya bersinggungang langsung dengan para jenderal kepercayaan Soeharto, mulai Soedomo hingga Leonardus Benyamin Moerdani.
Khusus Benny Moerdani, siapa pun tahu perwira tinggi asal Blora itu dikenal sebagai ahli intelijen. Pembawaannya dingin dan terkesan misterius. Nyaris tak ada senyum di mukanya. Jangankan lawan, kawan pun bisa dibuat keder melihatnya.
Bertugas di sekretariat Kopkamtib, sederet pekerjaan dilakoninya. Salah satunya analisis kasus Malari. Dalam perjalanannya, banyak ilmu dan pengalaman berharga didapat Kahar selama berinteraksi dengan Benny.
Pernah juga dalam satu masa Kahardiman dipercaya Benny menjabat Koordinator Operasi Penertiban Pusat (Opstibpus) sekaligus Kepala Tim Pemeriks Pusat (Teperpu). Lucunya, dua jabatan ini merupakan pos bintang dua, sementara Kahar saat itu baru marsekal pertama (bintang satu).
Dalam jabatan ini lah Kahar harus berhadapan dengan aneka kejahatan kerah putih. Kala itu, pungutan liar, gratifikasi, suap dan korupsi marak. Banyak laporan kebocoran anggaran negara mencuat. Menjadi tugasnya untuk memberangus.
Salah satu yang diusut yakni dugaan korupsi di Pertamina yang ditengarai melibatkan Haji Achmad Thahir. Dugaan rasuah itu terkuak justru setelah Thahir yang asal Palembang itu meninggal. Anaknya, Kartika Thahir, mendatangi bank dan mencairkan duit 8,3 juta mark Jerman dan 608.959 dolar AS.
Dirut Pertamina ketika itu, Piet Harjono, meyakini uang yang akan ditarik Kartika milik Pertamina. Kahardiman turut dilibatkan mengenai perkara ini mengenai urusan hukumnya. Beberapa kali tentara yang semasa kecil berjualan kecap itu berdiskusi dengan Brigjen TNI Djaelani (pihak ABRI) dan Albert Hasibuan (pengacara Pertamina).
“Kami pun berdiskusi bagaimana cara agar rekening yang dicurigai sebagai hasil korupsi Thahir dapat terblokir,” ucapnya. Kahar setelah berkonsultasi ke Bank Indonesia hingga terbang ke Singapura berhasil melaksanakan tugas itu.

Tepat 1 Juni 1994 Kahardiman dilantik menjadi Hakim Agung di Mahkamah Agung. Percakapan dengan Deputi KSAU hampir 10 tahun lamanya dahulu seperti menjadi kenyataan. Bekerja di lembaga yudikatif, berbagai tantangan baru juga muncul. Satu yang pasti: mafia peradilan!
Kahar pensiun dengan pangkat marsekal muda. Banyak koleganya menaruh hormat atas dedikasi, kerendahan hati, kecerdasan dan kepiawaiannya di bidang hukum. “Senior saya Marsda TNI (Purn) Kahardiman saya kenal pada tahun 1980-an sebagai seorang yang pandai, rendah hati dn bijak,” kata Kepala BIN 2001-2004 Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono pada pengantar buku ‘Hakim Agung Kahardiman’.
Pendapat senada dilontarkan Ketua Mahkamah Konstitusi (2013-2015) Hamdan Zoelva, juga aktivis Hariman Siregar.
Oh ya, dalam karier militernya Kahardiman juga pernah mengusut misteri Dana Revolusi yang konon bernilai triliunan rupiah. Betulkah dana itu ada? Semua terungkap dalam buku setebal 448 halaman dan berisi 32 bab tersebut.
Editor: Maria Christina