Jangan Sampai Lupa, Ini 6 Julukan Mantan Presiden Indonesia
JAKARTA, iNews.id - Enam mantan Presiden Republik Indonesia ternyata memiliki julukan masing-masing. Mulai dari Bapak Proklamator hingga Bapak Perdamaian. Enam julukan mantan Presiden RI tersebut terangkum dalam Museum Kepresidenan RI Balai Kirti.
Berikut enam julukan mantan Presiden RI versi Museum Kepresidenan RI Balai Kirti, dikutip dari akun Instagram Kementerian Sekretariat Negara:
1. Soekarno (Bapak Proklamator)
Soekarno atau yang lebih dikenal dengan sebutan Bung Karno adalah Presiden pertama Republik Indonesia. Beliau lahir di Blitar, Jawa Timur, tanggal 6 Juni 1901. Bung Karno memiliki peranan penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia dan merupakan sosok yang membacakan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
2. Soeharto (Bapak Pembangunan)
Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta pada tanggal 8 Juni 1921. Julukan Bapak Pembangunan tersemat pada Presiden Soeharto karena memfokuskan program kerjanya dalam pembangunan ekonomi dan menciptakan landasan untuk pembangunan yang disebut sebagai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).
3. BJ Habibie (Bapak Teknologi)
Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie diangkat menjadi Presiden ketiga Republik Indonesia. Lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936. BJ Habibie yang di masa kecilnya biasa disapa Rudy, dikenal memiliki kecerdasan luar biasa di bidang teknologi dan industri pesawat terbang. Itulah alasan BJ Habibie disebut sebagai Bapak Teknologi. Pesawat N250 Gatotkaca merupakan pesawat buatan Indonesia pertama yang digagas oleh BJ Habibie.
4. Abdurrahman Wahid (Bapak Pluralisme)
Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur adalah tokoh muslim Indonesia dan pemimpin politik Indonesia yang menjadi Presiden keempat Republik Indonesia. Lahir di Jombang, Jawa Timur pada 7 September 1940.
Gus Dur mendapatkan julukan Bapak Pluralisme karena beliau memberikan gagasan-gagasan universal mengenai pentingnya menghormati perbedaan sebagai bangsa yang beragam dan lantang dalam membela minoritas. Salah satu buktinya adalah pencabutan peraturan yang melarang kegiatan warga Tionghoa secara terbuka seperti perayaan Imlek.