Jejak Eks Sekretaris MA Nurhadi yang Sempat Jadi DPO KPK
JAKARTA, iNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi yang sempat masuk daftar pencarian orang (DPO) di Jakarta Selatan, Senin (1/6/2020) malam. Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono diduga menerima suap sebesar Rp46 miliar berkaitan dengan pengurusan perkara perdata di MA.
Dalam situs resmi KPK dijelaskan kasus suap tersebut terjadi sekitar tahun 2015-2016. Pria kelahiran 19 Juni 1957 tersebut meniti karir sebagai PNS di MA sejak 1988.
Dia menjabat Sekretaris MA mulai tahun 2011 hingga 1 Agustus 2016. Kekayaannya sebagai PNS karir menjadi sorotan karena menggelar pesta pernikahan mewah untuk anaknya dengan souvenir iPod bagi para tamu.
Nurhadi mengundurkan diri usai KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan kepada Nurhadi pada 22 Juli 2016. Pengunduran diri Nurhadi disetujui Presiden melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 80 TPA tahun 2016.
Nurhadi dan menantunya Rezky diduga menerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar. Uang suap diduga berasal dari mantan Presiden Komisaris Lippo Grup Eddy Sindoro.
Eddy memiliki tujuan agar menunda pelaksanaan pemanggilan terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP). Serta menerima pendaftaran Peninjauan Kembali daripada PT Across Asia Limited (PT AAL).
Ketiganya telah ditetapkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK sejak Kamis, 13 Februari 2020. Langkah itu diambil lantaran ketiganya tidak bersikap kooperatif dalam menjalani pemeriksaan dan kerap mangkir dari jadwal yang telah ditentukan.
Sebelum penangkapan, beredar kabar Nurhadi biasanya setiap minggu menukarkan uang sebanyak dua kali yang jumlahnya mencapai sekitar Rp1 miliar untuk kebutuhan sehari-hari. Sementara di akhir pekan lebih banyak sekitar Rp1,5 miliar yang digunakan untuk membayar gaji buruh bangunan dan gaji pengawalnya.
"Yang melakukan penukaran bukan Nurhadi, biasanya menantunya Rezky Herbiyono atau karyawan kepercayaannya yang juga ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut," ucap Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.
Editor: Muhammad Fida Ul Haq