Jokowi Dinilai Pemimpin yang Berani Mereformasi Agraria
JAKARTA, iNews.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai sebagai satu-satunya pemimpin yang berani melakukan reformasi agraria melalui Perpres Nomor 86 Tahun 2018. Jokowi juga dinilai pemimpin yang berkomitmen dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) untuk rakyat.
Mantan Deputi Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Ridha Saleh mengatakan, hanya di era Jokowi sebanyak 94 ribu hektare tanah diberikan kepada masyarakat lengkap dengan sertifikatnya.
“Baru di rezim ini ada Perpres tentang agraria dan telah membagi dan memberikan sertifikat tanah kepada masyarakat dalam rangka program TORA,” ujar Ridha, Jakarta, Minggu (17/2/2019).
Dia menuturkan, Program Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA) merupakan program pelepasan lahan untuk kepentingan rakyat. Misalnya transmigrasi, program pangan Kementerian Pertanian (Kementan) program Pemerintah Daerah atau program strategis lainnya.
Target pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sebanyak 4,1 juta hektare akan dilepaskan untuk masyarakat. Tujuannya, untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan tanah oleh masyarakat di dalam kawasan hutan dan menyelesaikan sengketa dan konflik dalam kawasan hutan.
Menurutnya, ada tiga hal yang dilakukan Jokowi terhadap ekonomi politik lingkungan dan sumber daya alam untuk kepentingan masyarakat. Pertama, telah memberikan akses masyarakat terhadap SDA.
Kedua, mengeluarkan Perpres Nomor 86 tahun 2018 dan ketiga, kedaulatan pengelolaan SDA. Dia mengakui belum semuanya terealisasi, namun ada niat Pemerintahan Jokowi untuk meberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat dalam mengelola sumber daya alam sendiri.
"Pemerinahan Jokowi ingin menjalankan Pasal 33 secara sungguh sungguh. Kekayaan alam dikuasi oleh negara. Tapi filosofi dalam SDA memberikan kemakruran rakyat,” ucapnya.
Secara terpisah, ekonom dari Universitas Brawijaya, Aji Dedi Mulawarman menuturkan, SDA Indonesia sudah tergerus oleh imperium bisnis melalui akumulasi kapital dan keuntungan ekonomi perusahaan-perusahaan yang terkoneksi dengan bagian sejarah orde baru.
“Pasar modal dan kepemilikan saham saat ini masih didominasi jaringan kuasa dan keluarga yang berada di lingkaran orde baru. Konsekuensinya, penguasaan lahan dan eksploitasi sumber daya alam meminggirkan masyarakat pribumi,” tutur Aji.
Dia menyarankan, desain koperasi multinasional yang harus mulai dirumuskan serius sebagai representasi ekonomi rakyat yang sesungguhnya sebagaimana jiwa Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945.
“Konsekuensinya kemudian secara institusional adalah Kementerian Koperasi dan UKM sudah wajib diubah menjadi Kementerian Koperasi dan Ekonomi Rakyat," katanya.
Editor: Kurnia Illahi