JAKARTA, iNews.id – Sejumlah kalangan mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 dari rencana semula pada Desember mendatang. Desakan ini mengacu pandemi Covid-19 yang terus menyebar luas dan belum ada tanda-tanda dapat dikendalikan signifikan.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengingatkan, pelaksanaan pilkada memiliki banyak aktivitas yang sangat rawan menjadi titik baru penularan Covid-19. Penularan dapat terjadi karena interaksi antarpenyelenggara, penyelenggara dengan peserta, penyelenggara dengan pemilih, termasuk peserta pilkada dengan pemilih.
Seorang Jenderal Rusia Dibunuh dengan Bom Mobil di Moskow
“Tanda bahaya ini sebetulnya sudah ditunjukkan ketika tahapan pendaftaran pasangan calon kepala daerah kemarin. Dari data yang dirilis oleh KPU, terdapat 60 orang bakal pasangan calon yang terinfeksi Covid-19,” ujar Fadli, Sabtu (19/9/2020).
Tidak hanya bakal calon, penyelenggara juga tidak dapat mengelak dari infeksi virus ini. Terbaru, Ketua KPU Arief Budiman dan Komisioner KPU Pramono Ubaid terkonfirmasi positif Covid-19. Artinya, sudah ada tiga orang anggota KPU yang terkena Covid-19. Sebelumnya, Evi Novida Ginting Manik juga terkonfirmasi positif.
Update 19 September: Rekor Positif Covid-19 Bertambah 4.168 Jadi 240.687 Orang
Atas situasi itu Perludem meminta penyelenggara pemilu dan pemerintah tidak tinggal diam. Perlu ada langkah-langkah agar jangan sampai pilkada menjadi klaster baru.
“Mendesak KPU, DPR, dan pemerintah untuk segera berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terutama Satgas Penanganan Covid-19, terutama terkait risiko penularan dan update penanganan Covid-19, khususnya di 270 daerah yang akan melaksanakan pilkada,” ucap Fadli.
Perludem juga mendesak KPU, DPR, dan pemerintah, untuk membuat indikator yang terukur, berbasiskan data dan informasi dari Satgas Penanganan Covid-19, daerah mana saja, dari 270 daerah, yang siap dan aman untuk melaksanakan pilkada, untuk memastikan pelaksanaan pilkada tidak menjadi titik penyebaran Covid-19 yang lebih luas.
Selain itu, pilihan menunda tahapan pelaksanaan pilkada harus dipertimbangkan, mengingat penyebaran Covid-19 semakin meluas, dan dapat mengancam siapa saja. Penyelenggara pemilu bersama DPR dan pemerintah harus menjamin, mengutamakan, dan memastikan keselamatan nyawa setiap warga negara.
“Melaksanakan tahapan pelaksanaan Pilkada 2020 telah secara nyata mengancam keselamatan jiwa banyak orang. Oleh sebab itu, menunda pelaksanaan pilkada, sampai adanya indikator yang terukur dan akurat, dimana penularan Covid-19 dapat dikendalikan,” ucapnya.
Fadli menegaskan, penundaan pelaksanaan pilkada di sebagian daerah, atau bahkan di seluruh daerah pemilihan, sangat dimungkinkan secata hukum. Yang dinantikan saat ini yaitu pilihan kebijakan mana yang akan diambil oleh KPU, pemerintah, dan DPR.
Menurutnya, melanjutkan tahapan pilkada dengan risiko besar, atau menunda sampai adanya pengendalian wabah yang terukur dan rasional.
“Menunda tahapan pilkada bukan berarti kita gagal berdemokrasi, melainkan menunjukkan sikap cepat tanggap membaca situasi dan mengendepankan kesehatan publik,” kata dia.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon setuju dengan pandangan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang meminta agar KPU mengkaji serius penundaan pilkada. Fadli mengusulkan agar jadwal dimundurkan tiga bulan.
“Tunda 3 bulan saja, Insya Allah sudah ada vaksin dari salah satu negara. Keselamatan rakyat di atas segalanya dalam urusan bernegara,” ucapnya melalui akun Twitter.
Pilkada 2020 akan digelar pada 270 daerah yang mencakup 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota. Pemungutan suara dijadwalkan berlangsung pada Desember 2020.
Di sisi lain wabah virus corona terus meluas. Data termutakhir yang disampaikan Satgas Penanganan Covid-19 pada Sabtu (19/9/2020), kasus positif Covid-19 bertambah 4.168 sehingga total 240.687 orang di 34 provinsi.
Editor: Zen Teguh
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku