Kata Menteri ATR Nusron soal Sengketa 43 Pulau: Fungsi Kami Masalah Administrasi
SUMEDANG, iNews.id - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan persoalan status kewilayahan 43 pulau yang masih bersengketa sepenuhnya menjadi domain Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dia mengaku hanya bertugas dalam fungsi administrasi pertanahan.
“Kalau soal ini masuk mana, kabupaten mana, ini masuk provinsi mana, itu mutlak masuk Kementerian Dalam Negeri. Kami ini fungsinya soal administrasi. Sudah disertifikatkan atau belum, ukurannya berapa, itu bagian kami,” ujar Nusron usai kegiatan retret kepala daerah di IPDN Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Rabu (25/6/2025).
Ditanya soal koordinasi antara ATR/BPN dan Kemendagri terkait penyelesaian status pulau-pulau sengketa, Nusron menyarankan hal tersebut ditanyakan langsung ke Menteri Dalam Negeri.
“Kalau itu lebih kuat tanyakan ke Pak Mendagri, karena fungsinya lebih banyak ke sana,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengungkapkan, terdapat 43 pulau di Indonesia yang masih berada dalam status sengketa.
Dari jumlah tersebut, 21 sengketa terjadi di dalam wilayah provinsi, sedangkan 22 lainnya merupakan sengketa antarprovinsi.
“Paling banyak sengketa dalam provinsi itu ada di Jawa Timur. Sedangkan antarprovinsi paling banyak di Kepulauan Riau,” ujar Bima.
Menurutnya, pola sengketa pulau yang terjadi relatif serupa, seperti yang pernah terjadi antara Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.
Permasalahan sering kali muncul akibat perbedaan pencatatan titik koordinat, kekeliruan penamaan wilayah, atau tumpang tindih klaim berdasarkan bukti historis.
“Satu pihak sudah mendaftarkan titik koordinat, pihak lain belum. Atau kadang ada kesalahan koordinat dan penamaan, tapi disertai klaim historis. Ini membuat penyelesaiannya cukup panjang,” katanya.
Selama proses penyelesaian belum tuntas, kata Bima, wilayah pulau yang disengketakan tetap masuk dalam cakupan administratif provinsi tertentu hingga ada ketetapan hukum yang sah.
Editor: Kastolani Marzuki