Kenakan Masker dan Rompi Oranye, Maria Pauline Lumowa Tiba di Bandara Soekarno Hatta
JAKARTA, iNews.id - Buron pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumawa berhasil diekstradisi ke Indonesia dari Serbia. Maria tiba di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang dengan pengawasan langsung Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly.
Maria tiba di Terminal VIP, Bandara Soekarno Hatta, Kamis (9/7/2020). Belum ada keterangan resmi yang diberikan mengenai kepulangan Maria tersebut.
Sebelumnya, penyerahan Maria Pauline Lumowa dari Serbia kepada Indonesia dilakukan melalui mekanisme ekstradisi berdasarkan permintaan Pemerintah RI kepada Pemerintah Republik Serbia yang disampaikan melalui surat Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Nomor AHU-AH.12.01-10 tanggal 31 Juli 2019 kepada Menteri Kehakiman Serbia yang disusul dengan permintaan percepatan proses ekstradisi yang disampaikan melalui surat Nomor AHU-AH.12.01-22 tanggal 3 September 2019.
Yasonna mengatakan Maria ditangkap dengan pendekatan kepada para pejabat negara di Serbia. Dia diterima langsung oleh Presiden Serbia Aleksander Vucic dan beberapa menteri lainnya.
"Keberhasilan mengekstradisi Maria Pauline Lumowa tidak terlepas dari upaya pendekatan high level kepada berbagai pihak di Serbia. Dalam kunjungan kemarin, Menkumham diterima oleh Presiden Serbia dan beberapa Menteri lainnya yang menyampaikan dukungan penuh terhadap ekstradisi Maria Pauline Lumowa," kata Yasonna dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/7/2020).
Yasonna mengatakan Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pembobol Bank BNI melalui L/C fiktif yang terjadi pada tahun 2003 silam dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp. 1,2 triliun. Maria sempat melarikan diri ke Singapura dan Belanda.
"Maria melarikan diri ke Singapura pada September 2003 dan kemudian diketahui keberadaannya di Belanda pada tahun 2009. Pemerintah RI melakukan upaya pengejaran tanpa henti sejak Maria melarikan diri, termasuk menyampaikan permintaan ekstradisi kepada Pemerintah Kerajaan Belanda. Pada saat itu, Maria yang merupakan warga negara Belanda tidak berhasil diekstradisi ke Indonesia sebab Indonesia belum memiliki perjanjian ekstradisi," kata Yasonna.
Maria merupakan tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 Triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari orang dalam karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.
Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019.
===
Menkumham Pimpin Ekstradisi Maria Pauline Lumowa dari Serbia
Delegasi RI yang dipimpin langsung oleh Menkumham Prof. Yasonna H. Laoly dengan didampingi Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Cahyo R. Muzhar berhasil mengembalikan Maria Pauline Lumowa ke Indonesia setelah buron selama hampir 17 tahun.
Menkumham melalui Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum selaku otoritas pusat menerima penyerahan Maria Pauline Lumowa dari National Central Bureau (NCB) Interpol Serbia untuk dibawa ke Indonesia guna menghadapi proses hukum. Adapun delegasi RI terdiri dari lintas Kementerian/Lembaga seperti Kepolisian, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara dan Kementerian Luar Negeri.
Penyerahan Maria Pauline Lumowa dari Serbia kepada Indonesia dilakukan melalui mekanisme ekstradisi berdasarkan permintaan Pemerintah RI kepada Pemerintah Republik Serbia yang disampaikan melalui surat Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Nomor AHU-AH.12.01-10 tanggal 31 Juli 2019 kepada Menteri Kehakiman Serbia yang disusul dengan permintaan percepatan proses ekstradisi yang disampaikan melalui surat Nomor AHU-AH.12.01-22 tanggal 3 September 2019.
Keberhasilan mengekstradisi Maria Pauline Lumowa tidak terlepas dari upaya pendekatan “high level” kepada berbagai pihak di Serbia. Dalam kunjungan kemarin, Menkumham diterima oleh Presiden Serbia dan beberapa Menteri lainnya yang menyampaikan dukungan penuh terhadap ekstradisi Maria Pauline Lumowa.
Maria ditangkap oleh NCB Interpol Serbia pada tanggal 16 Juli 2019 di Bandara Internasional Nikola Tesla, Beograd, Serbia berdasarkan red notice Interpol dengan nomor kontrol A-1361/12-2003 tanggal 22 Desember 2003. Sebagaimana diketahui, Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pembobol Bank BNI melalui L/C fiktif yang terjadi pada tahun 2003 silam dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp. 1,2 triliun.
Maria melarikan diri ke Singapura pada September 2003 dan kemudian diketahui keberadaannya di Belanda pada tahun 2009. Pemerintah RI melakukan upaya pengejaran tanpa henti sejak Maria melarikan diri, termasuk menyampaikan permintaan ekstradisi kepada Pemerintah Kerajaan Belanda. Pada saat itu, Maria yang merupakan warga negara Belanda tidak berhasil diekstradisi ke Indonesia sebab Indonesia belum memiliki perjanjian bilateral dibidang ekstradisi dengan Belanda. Selain itu, hukum negara Belanda juga tidak mengizinkan warga negaranya diekstradisi ke negara yang belum memiliki perjanjian bilateral dibidang ekstradisi.
Upaya tanpa kenal lelah dari Pemerintah akhirnya membuahkan hasil ketika Maria Pauline Lumowa tertangkap di Serbia. Setelah mengirimkan surat permintaan ekstradisi yang disusul dengan surat permintaan percepatan proses ekstradisi ditambah pendekatan “high level” yang dilakukan oleh Duta Besar RI untuk Republik Serbia dan Montenegro M. Chandra Widya Yudha, Pemerintah Republik Serbia mengabulkan permintaan Indonesia melalui Keputusan Menteri Kehakiman Serbia Nomor 713-01-02436/ 2019-08 tertanggal 6 April 2020.
Dikabulkannya permintaan Indonesia tersebut juga karena kedekatan histori hubungan bilateral antara RI dan Serbia yang telah terjalin sejak 66 tahun lalu. Setelah kembali ke Indonesia, Maria Pauline Lumowa akan menghadapi proses hukum atas dugaan melakukan pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana maksimal seumur hidup.
Editor: Muhammad Fida Ul Haq