Kejar Target Herd Immunity di Sumut, BIN Vaksinasi Covid-19 hingga Malam
Demokrasi elektoral yang sehat, kata dia jelas sulit dibangun apabila masyarakat tidak menggunakan kemampuan kritisnya dalam mengonsumsi informasi. Di era ini, emosi dan keyakinan personal lebih penting daripada fakta objektif, sehingga antara kebohongan dan kebenaran sulit diidentifikasi.
Di Indonesia, polarisasi politik, khususnyad alam satu atau dua dekade ini, tampak nyata dalam penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Misal pemilu 2019 lalu, proliferasi dan viralisasi konten-konten kampanye hitam yang cenderung provokatif melalui hoaks dan ujaran kebencian.
Video Media Sosial Jadi Raja Penyebaran Berita Hoaks Covid-19 di Indonesia
“Polarisasi diwarnai dengan produksi serta viralisasi konten-konten negatif seperti hoaks, beritapalsu, dan ujarankebencian, serta kampanye hitam yang memunculkan kegaduhan dan berpotensi mengancam kohesisosial serta keamanannasional,” ujar Budi.
Praktik-praktik politik post-truth juga erjadi secara global. Contohnya di Korea Selatan, saat itu Presiden Park Geun-hye dimakzulkan menjelang pemilihan presiden. Jabatan yang kosong diisi Perdana Menteri Hwang Kyo-ahn.
Istana Tegaskan Empat Orang di Bekasi Terpapar Omicron Hoaks
Presiden hasil pemilu diharapkan segera mengisi kekosongan tersebut. Karena itu, pilpres yang sedianya dilaksanakan 20 Desember 2017 dipercepat menjadi 9 Mei 2017.
“Isu pemakzulan menjadi latar belakang kampanye yang panas. Isu itu membuat tema kampanye terpolarisasi antara pendukung dan penentang pemakzulan presiden. Debat capres pun menjadi debat yang tidak terkontrol, sehingga para capres terpancing mengeluarkan beragam berita palsu dan informasi yang menyesatkan,” ucap Budi Gunawan.
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku