Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Angela Tanoesoedibjo Soroti Maraknya Disinformasi, Singgung Peran Media Berlisensi Krusial
Advertisement . Scroll to see content

Ketum IJTI: Media Abal-Abal Membuat Gaduh, Kita Butuh Aturan yang Jelas

Sabtu, 23 Oktober 2021 - 14:06:00 WIB
Ketum IJTI: Media Abal-Abal Membuat Gaduh, Kita Butuh Aturan yang Jelas
Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Yadi Hendriana menjelaskaan saat ini diperlukan aturan yang jelas untuk membersihkan perusahaan media abal-abal. (Foto: MPI)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Yadi Hendriana menyebut tingkat kepercayaan publik terhadap media konvensional meningkat setelah munculnya Covid-19. Hal itu menurutnya jadi bukti media konvensional mampu memverifikasi kesimpangsiuran isu di media sosial.

Yadi Hendriana menyampaikannya saat menjadi pembicara dalam diskusi Polemik Trijaya FM bertajuk 'Hoaks, Kualitas Pers dan Hegemoni Media Sosial' yang digelar secara daring, Sabtu (23/10/2021).
 
"Bahwa konvensional media, setelah Covid-19 itu meningkat tingkat kepercayaan dari publiknya, kenapa meningkat? Karena itu kan banyaknya hoaks dan lain-lain, publik tidak accept lagi di sosial media. Sebaliknya, untuk memverifikasi mencari kebenaran media, dia lari ke televisi, dia lari ke koran, dia lari ke media-media online," ujar Yadi.

Namun dia mengakui media konvensional saat ini masih menghadapi beberapa permasalahan. Salah satunya, maraknya perusahaan media abal-abal yang bertebaran di Indonesia.

"Problemnya sekarang, catatan Dewan Pers. Saya baca dari Dewan Pers dua tahun lalu, 80 persen perusahaan media yang ada di kita itu abal-abal, itu jadi problem. Jadi cuma 20 persen yang benar-benar terverifikasi dengan baik," tuturnya.

Yadi menceritakan, dia pernah menemukan salah satu media lokal di daerah Jawa Timur menggunakan label seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Media tersebut, diduga hanya dijadikan alat untuk 'menghajar' pejabat di Jawa Timur. Hingga akhirnya, media yang menggunakan label 'KPK' tersebut bermasalah.

"Saya ingat betul itu, beberapa tahun lalu di Jawa Timur, ada media yang namanya KPK, dia itu kerjaannya itu menghajar kepala sekolah, kepala dinas, dana BOS, itu media tersebut ngejar ke kepala dinas, ada di Dewan Pers kasusnya," tutur Yadi.

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut