Keunikan Upacara Kematian Tiwah Khas Suku Dayak, Mengantar Roh ke Surga
Terdapat tiga ritual puncak dalam Tiwah, yakni Manyambut Laluhan, Tabuh I, dan Tabuh II. Manyambut Laluhan merupakan proses menjemput tamu atau keluarga dari jenazah.
Dalam proses itu, tamu disambut oleh tuan rumah di pagar dengan disuguhi minuman sambil melempar beras. Setelah itu, melakukan tarian Manganjan dan bernyanyi bersama sambil mengelilingi sangkairaya sebanyak tiga kali.
Sangkairaya merupakan tempat menyimpan persembahan untuk Ranying Hatalla. Sangkairaya dikelilingi 18 Sapundu, patung yang diukir berbentuk manusia untuk mengikat hewan yang akan dikorbankan, seperti sapi dan kerbau.
Pada ritual Tabuh I dan Tabuh II, hewan yang dikorbankan diikat di sapundu lalu ditusuk menggunakan tombak oleh keluarga yang berduka. Hewan ditombak hingga jatuh tersungkur dan mati.
Beberapa orang lalu melemparkan butiran beras ke hewan tersebut sebagai wujud doa agar korban mereka diterima sang pencipta.
Setelah mati, kepala hewan baru disembelih. Penggalan kepala hewan dikumpulkan menjadi satu di sangkairaya untuk disajikan kepada roh. Sementara dagingnya dimasak dan dibagikan kepada masyarakat.
Ada beberapa pantangan selama prosesi Tiwah, misalnya beberapa jenis ikan dan sayuran tidak boleh dibawa apalagi dihadirkan. Apabila dilanggar maka akan dikenakan sanksi adat.
Ritual upacara kematian khas Suku Dayak ini menjadi daya tarik tersendiri, tidak saja bagi masyarakat lokal, wisatawan domestik, tapi juga turis asing. Karena keunikannya, upacara Tiwah dimasukkan dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2014.
Editor: Anton Suhartono