Kiai Said Aqil: Darurat Resolusi Konflik Agraria dan Sumber Daya Alam di Tengah Kontestasi Politik
JAKARTA, iNews.id - Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), Said Aqil Siroj mengungkap bahwa menghangatnya suhu politik jelang Pemilu 2024 tidak serta merta membuat sejumlah agenda kebangsaan yang belum tuntas dilalaikan begitu saja. Terutama terkait agenda resolusi konflik agraria dan sumber daya alam.
Said Aqil Siroj menyebut konflik agraria dan sumber daya alam masih menjadi api dalam sekam yang sangat rentan, mudah tersulut, dan membara kapan saja. Kemudian mudah menggurita menjadi problematika kerakyatan dan konflik sosial yang berkepanjangan.
"Bahkan lebih jauh lagi bila tidak terkelola dengan baik, konflik agaria dan sumber daya alam dapat menjadi komoditas politik yang rentan untuk diperdagangkan dan atau dimainkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan tanpa ada penyelesaian secara tuntas dan signifikan," katanya dikutip Rabu (8/11/2023).
Said Aqil yang juga anggota Dewan Pengarah BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) menegaskan tanah, air, dan sumber daya alam adalah anugerah Tuhan yang harus dikelola dan didistribusikan secara adil dan merata oleh negara untuk kemakmuran rakyat dan kedaulatan negara.
Hal ini selaras dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 yang menyebut bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
"Negara tidak boleh tunduk dan kalah dengan siapa pun dalam mengelola tanah, air, dan sumber daya alam. Penyelenggara negara Tidak boleh melakukan pembiaran, bahkan tidak boleh menyerahkan dan atau menyerah kepada kelompok-kelompok oligarki yang rakus lahan," ucapnya.
Menurutnya, kelompok itu terus menerus menghalalkan berbagai cara untuk mengakuisisi tanah dan atau lahan-lahan strategis hanya demi memenuhi ambisi dan kepentingannya serta merugikan rakyat dan negara. Lebih jauh lagi, negara sebagai pemilik sah atas legalitas suatu tanah dan lahan tidak boleh menjadi lemah dan mengalah terhadap berbagai upaya penyerobotan tanah milik negara yang dilakukan secara terstruktur dan masif karena nyata merugikan negara dan atau masyarakat yang ada di dalamnya.
Dia menegaskan penyelenggara negara harus bertindak tegas dan memulihkan wibawa negara dan memihak kepada kebenaran dan keadilan.
"Secara fikih haram hukumnya dan zalim statusnya bila ada penyelenggara negara yang menindas rakyat, memihak kelompok oligarki rakus lahan dan membiarkan konflik agraria serta sumber daya alam berlarut-larut tanpa penyelesaian," ujarnya.
Said Aqil yang juga mantan Ketua Umum PBNU menambahkan Indonesia tengah masuk pada fase darurat resolusi konflik agraria dan sumber daya alam di tengah kontestasi politik. Pembiaran serta sikap acuh tak acuh terhadap penanganan konflik agraria dan sumber daya alam akan menyuburkan benih-benih ketidakpercayaan rakyat terhadap penyelenggara negara yang berpotensi dan sangat mungkin akan berdampak pada social disorder dan ketidakstabilan sosial.
Menurutnya, resolusi konflik agraria dan sumber daya alam harus menjadi prioritas bagi penyelenggara negara di akhir periode ini.
"Penyelenggara negara dan masyarakat tidak boleh lengah dan harus bersama-sama mengkaji secara kritis dan bertanggung jawab atas realitas konflik agraria dan sumber daya alam. Mencarikan soft solution dan smart action dalam menyelesaikan sengketa agraria dan sumber daya alam harus disegerakan," katanya.
"Pekerjaan rumah para penyelenggara negara masih banyak yang harus dituntaskan sehingga dapat mengakhiri periode pembangunan kali ini dengan husnul khotimah dan tidak meninggalkan beban di masa depan," sambungnya.
Kiai Said yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al Tsaqofah mengakui telah banyak kebijakan, peraturan dan perundang-undangan yang dibuat terkait dengan agenda reforma agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Tapi sayangnya masih belum bisa ditegakkan seadil-adilnya dan masih hanya menjadi macan kertas yang belum bisa dipatuhi dan atau dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh para penyelenggara negara.
Berbagai kasus dan konflik agraria di Kota Bandung misalnya, banyak yang belum terselesaikan dengan baik dan menyisakan konflik berkepanjangan. Bahkan Komisi II DPR sampai turun tangan menindaklanjuti berbagai pengaduan rakyat melakukan kunjungan kerja spesifik pada 7 November 2023 di kantor BPN Kota Bandung.
"Dan masih banyak kasus-kasus lain di tempat berbeda yang juga sangat membutuhkan perhatian serius dari penyelenggara negara dan tidak boleh diabaikan," tuturnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Yanuar Prihatin dalam kunjungan kerja spesifik ke Kantor BPN Kota Bandung menyatakan pihaknya menekankan pentingnya sinergi dengan multipihak. Karena masalah pertanahan selalu menjadi issu sensitif yang selalu muncul dari masa ke masa dan hingga saat ini masih terus bermunculan di berbagai wilayah di Indonesia.
Berbagai pengaduan ke DPR tidak hanya terkait konflik atau sengketa tanah tetapi juga terkait dengan kinerja BPN. Berbagai resolusi konflik agraria harus disegerakan, agar kasus tidak berlarut.
"Check and recheck serta klarifikasi kepada multipihak harus dilakukan agar dapat memenuhi rasa keadilan dan memihak kepada kebenaran," ucap Yanuar.