Kiai Said Aqil Tegaskan Politik Identitas Hukumnya Haram dalam Alquran
JAKARTA, iNews.id - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj menegaskan politik identitas hukumnya haram dalam Alquran. Sebab dapat memecah belah umat dan menimbulkan konflik di tengah masyarakat.
"Sangat berbahaya agama menjadi alat politik. Sama sekali tidak benar dan itu haram hukumnya dalam Alquran," kata Said dalam acara Sekolah Tinggi Agama Budha Nalanda di Clubhouse Jakarta Garden City (JGC) Ballroom, Jakarta Timur, Sabtu (16/3/2024).
"Sangat-sangat very-very danger (berbahaya) kalau agama dijadikan tumpuan politik. Orang Islam bisa membunuh ente yang bukan orang Islam (disebut) itu kafir nantinya," sambungnya.
Politik identitas, kata Kiai Said juga membahayakan para kaum minoritas. Kaum tersebut dapat menjadi target dalam tindakan intimidatif oleh sekolompok mayoritas.
Dia mencontohkan politik identitas terjadi dalam aksi 212. Dengan demikian dia menolak kegiatan tersebut karena tidak sesuai dengan prinsip agama Islam.
"Saya satu satunya yang terang-terangan menolak 212. Mereka mengatakan kebangkitan Islam? Itu bukan. Karena tidurnya di masjid, sholatnya di Monas, kalau kebangkitan Islam ya tidur di jalan, sholat di masjid," ucapnya.
Terkait hal itu, dia menilai politik identitas masih terlihat dalam Pemilu 2024. Sehingga dia berharap hal tersebut dapat hilang.
"Masih ada, masih ada (politik identitas), mudah-mudahan lama-lama hilang," ucap dia.
Pada kesempatan itu, dia menekankan pentingnya menjaga kebhinekaan dalam kehidupan yang harmonis. Menurutnya, salah satu keindahan Indonesia karena adanya kebhinekaan yang harus terus dipertahankan.
"Kita tunjukkan bahwa kita kebhinekaan. Tidak mungkin kita menang sendiri, paling berhak sendiri (maka kita) pertahankan kebhinekaan (karena) indahnya Indonesia ada kebhinekaan," katanya.
Bahkan, kata dia, Nabi Muhammad sangat melarang umatnya untuk membunuh nonmuslim dengan mengatakan, barang siapa yang membunuh nonmuslim akan berhadapan dengannya. Barang siapa yang berhadapan dengannya, tidak akan masuk surga.
"Jadi Nabi Muhammad bukan negara Islam, tapi negara Madinah. Negara yang masyarakatnya beragama, berbudaya dan sejahtera. Masyarakat madani, negaranya Madinah," katanya.
Dia juga menyampaikan bahwa dirinya tidak sepakat bila agama dijadikan sebagai alat politik. Ia menyebut bahwa percuma beragama tetapi hatinya dan perilakunya buruk.
"Percuma beragama kalau tidak untuk kemanusiaan, percuma masjid mewah besar kalau kanan kirinya orang miskin. Percuma gereja bersalib emas kalau anak-anak kanan kirinya kurus kering kurang makan. Percuma vihara besar dan mewah kalau membiarkan orang disekitarnya hidup dengan sengsara," pungkasnya.
Editor: Faieq Hidayat