Tak terhitung jumlah peluru yang telah menancap di tubuhnya, membuat seragam loreng yang dikenakan Pratu Suparlan, berubah warna menjadi merah akibat darah yang mengucur deras dari luka-lukanya.
Tapi Suparlan tak kenal menyerah, tibalah dia pada ambang kesanggupannya. Suparlan terduduk dan tak lagi mampu menggenggam pisau Komandonya. Dia kehabisan darah. Namun dia tak pernah kehabisan akal dan semangat untuk membela NKRI.
Begitu tahu Suparlan kehabisan daya, pasukan Fretilin segera mengerumuninya, dan memberikan sebuah tembakan di lehernya. Tapi akhir hayat Suparlan akan selalu dikenang.
Saat musuh mendekat, di antara sisa-sisa tenaga yang ada, Suparlan mengambil sesuatu dari kantongnya. Dalam hitungan detik, dicabutnya pin granat, lalu dia melompat ke arah kerumunan Fretilin di depannya seraya berteriak, “Allahu Akbar.”
Dentaman keras membahana, mengiringi robohnya puluhan prajurit komunis, bersama seorang prajurit Kopassus bernama Pratu Suparlan. Sang prajurit komando itu gugur demi Ibu Pertiwi yang dicintainya.
Editor: Faieq Hidayat
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku