Kisah Marsdya Kardono Disandera 132 Jam oleh Tentara Merah Jepang, Istrinya Lebih Dulu Bebas karena Kerokan
JAKARTA, iNews.id - Marsekal Madya (Marsdya) (Purn) Kardono punya kisah menarik saat sempat disandera Tentara Merah Jepang. Hal itu terjadi pada tahun 1977.
Diketahui Kardono merupakan putra asli Desa Godean, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang lahir pada 21 Mei 1927 dan berasal dari keluarga petani. Meski begitu, dia termasuk beruntung karena bisa mendapatkan pendidikan formal.
Kardono memulai pendidikan dasar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Yogyakarta, sekolah khusus pribumi di zaman Belanda. Setelah lulus, dia melanjutkan pendidikan di sekolah menengah pertama negeri kawasan Yogyakarta, kemudian berlanjut ke SMAN 3 Yogyakarta. Tamat SMA, Kardono memilih melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Teknik Jurusan Geodesi di Bandung, Jawa Barat.
Di tengah kuliah itu, Kardono terpanggil bergabung dengan Tentara Pelajar pada 1951. Ini merupakan kesatuan militer beranggotakan pelajar dan mahasiswa yang ikut mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Setelah bergabung dengan Tentara Pelajar, Kardono melanjutkan pendidikan ke Sekolah Penerbang Lanjutan, Bandung. Untuk menunjang karier di TNI AU, dia juga mengikuti Sekolah Ilmu Siasat VIII, Sekolah Dasar Perwira, dan Seskoau.
Marsdya (Purn) Kardono mengawali karier militer melalui Tentara Pelajar pada 1951. Setahun kemudian, dia menjadi Letnan Muda Udara.
Selanjutnya, Kardono menempati jabatan-jabatan strategis di TNI AU. Antara lain Perwira Administrasi Wing Operasi 001 Halim Perdanakusuma, Dan Lanuma Palembang, Pangkorud I Sumatera, Pangkorud V Jakarta, Danjen Dodik, dan Pangkodau IV Surabaya.
Kardono dikenal dekat dengan Presiden Soeharto. Kebetulan mereka lahir di desa yang sama.
Kardono sempat ditugaskan lama di luar organisasi TNI, yakni menjadi Dirjen Perhubungan Udara (1972-1972), kemudian Anggota MPR (1976-1978). Pada 1979, Kardono menjadi orang dekat Presiden Soeharto setelah diangkat menjadi Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres). Jabatan itu diemban cukup lama hingga 10 tahun hingga akhirya digantikan oleh Mayjen TNI (Purn) Syaukat Banjaransari.
Kardono pernah terjebak dalam drama pembajakan pesawat. Tanggal 28 September 1977, Kardono dan istri naik pesawat Japan Airlines DC-8 dari Prancis ke Tokyo dengan jadwal transit di Bombay (sekarang Mumbai), India.
Namun baru lepas landas, pesawat dibajak Tentara Merah Jepang yang merupakan kelompok militan komunis dari Negeri Matahari Terbit. Mereka meminta tebusan miliaran rupiah dan pembebasan rekan-rekannya dari penjara.
Pesawat kemudian dipaksa turun di Dacca sekarang (Dhaka), Bangladesh. Di tengah ketakutan itu, istri Kardono merasa tidak enak badan dan meminta dikerok di bagian tengkuk.
Saat dikerok, muncul warna merah kehitam-hitaman. Para pembajak yang tidak mengetahui pengobatan kerok, akhirnya menurunkan istri Kardono bersama 117 penumpang lain setelah permintaan mereka dikabulkan.