Kisah Operasi Woyla yang Gemparkan Dunia, Bebaskan Sandera Kurang dari 3 Menit
JAKARTA, iNews.id - Pasukan elite TNI AD atau Kopassus pernah melaksanakan Operasi Woyla di Bandara Don Mueang, Thailand pada 28 Maret 1981. Operasi tersebut membebaskan pesawat Garuda dengan nomor penerbangan 206 DC-9 Woyla yang dibajak kelompok teroris.
Dalam buku "Kopassus untuk Indonesia, Profesionalisme Prajurit Kopassus", Wakil Panglima ABRI, Laksamana TNI Sudomo mendapat perintah dari Menteri Hankam, Jenderal TNI M Yusuf untuk segera melakukan penanggulangan. Sudomo dibantu Letjen TNI LB Moerdani yang langsung meninggalkan Ambon menuju Jakarta.
Letkol Sintong Panjaitan pun menerima perintah dari Komandan Kopassandha (Kopassus saat ini) Brigjen TNI Yogie S Memet untuk bersiap melakukan operasi pembebasan sandera. Sintong tak ikut latihan di Ambon karena mengalami patah kaki dan harus menggunakan kruk.
Namun kabar itu membuat Sintong lupa akan kruknya dan segera memilih 30 prajurit terpilih serta terbaik untuk melakukan operasi pembebasan sandera.
Kopassus kemudian segera meminta Garuda menyiapkan jenis pesawat yang sama. Kemudian para prajurit Kopassus yang telah dipilih tersebut melakukan latihan di hanggar Garuda. Berbagai persiapan matang dilakukan dalam waktu yang singkat, termasuk memastikan para prajurit terpilih bisa membuka pintu pesawat dari luar serta memperkirakan tangga yang akan digunakan.
Tanggal 29 Maret 1981 lewat tengah hari, Letjen Benny Moerdani memberikan briefing kepada tim termasuk memperlihat rompi antipeluru dan senjata yang digunakan dalam operasi pembebasan sandera. Moerdani memerintahkan prajurit tidak menggunakan M-16 karena dikhawatirkan akan membuat pesawat meledak. Dia memerintahkan tim menggunakan senapan serbu H&K MP5 SD2.
Sintong pun terhenyak karena belum pernah ada yang menggunakan senapan serbu itu. Dia khawatir senapan macet.
Di tengah kegusaran yang ada, Letjen Moerdani memerintahkan tim mencoba senapan serbu yang disiapkan. Padahal seluruh tim sudah berada di atas pesawat yang akan menuju ke Bangkok. Pilot pesawat diminta mematikan mesin sekitar pukul 20.00 WIB. Dan benar saja, saat dicoba seluruh senjata yang disiapkan macet.
Tim diperintahkan segera mengganti semua peluru. Kali ini uji coba senjata berhasil. Tim segera bertolak ke Bangkok sekitar pukul 21.50 WIB menggunakan pesawat DC-10 Garuda Sumatra.
Setibanya di Bangkok pada 30 Maret 1981, tim kembali mematangkan strategi berlatih menggunakan pesawat DC-10 Sumatra. Menyadari ini merupakan operasi terbuka, tim mengganti pakaian preman yang mereka kenakan dengan seragam loreng darah mengalir yang menjadi kebanggaan mereka. Penggunaan seragam itu dengan dalih jika harus gugur dalam operasi itu, mereka gugur saat menggunakan seragam kebanggaan.
Para pembajak yang menamakan diri Komando Jihad pimpinan Imran bin Muhammad Zein menyampaikan sejumlah tuntutan. Antara lain pembebasan 80 tahanan rekan mereka dalam Komando Jihad, uang tebusan 1,5 juta dolar AS, pengusiran orang Israel dari Indonesia, dan pencopotan Adam Malik sebagai wakil presiden.
Kelompok ini diketahui dua minggu sebelumnya terlibat dalam Peristiwa Cicendo yang menyerbu kantor Kosekta 65 Bandung. Empat anggota Polri tewas dalam peristiwa itu.
Sejumlah penumpang pesawat Woyla menyampaikan kesaksian jika lima anggota kelompok ini sempat merayakan pembajakan itu di dalam pesawat usai Kepala Bakin Letjen TNI Yoga Sugama menyampaikan akan mengabulkan semua tuntutan. Kenyataannya hal itu dilakukan hanya untuk mengulur waktu.
Tim Kopassus dibagi menjadi enam subtim untuk melaksanakan operasi pembebasan yang berlangsung pada 31 Maret 1981 pukul 03.00 waktu Bangkok. Keberhasilan operasi ini nyatanya tak lepas dari siasat Letkol Sintong.
Sintong mengelabui anak buahnya dengan mengatakan operasi batal jelang jam-jam dilaksanakannya operasi yang sudah ditentukan. Dia pun memerintahkan semua anak buahnya untuk tidur. Tujuan siasat itu yakni agar semua prajurit bisa beristirahat setelah dua hari tak tidur. Benar saja, setelah itu para anggota tim semuanya tertidur lelap.
Pukul 02.40, rombongan tim berjalan santai menuju pesawat Woyla yang parkir dalam kegelapan di Bandara Don Mueang. Disaksikan jurnalis dari berbagai negara, tim Kopassus ini memanggul dua tangga lipat. Harian Bangkok Post sempat menggambarkan mereka seperti rombongan turis yang hendak piknik di hari Minggu. Sama sekali tak terlihat mereka akan melakukan operasi pembebasan sandera.
Tiga subtim masuk melalui pintu pilot, pintu belakang, dan pintu darurat di sayap kiri pesawat. Subtim pembantu dan penembak runduk berada di posisi mengelilingi pesawat dari jarak 30 meter.
Pukul 02.45 operasi pembebasan sandera selesai dalam waktu kurang tiga menit, 15 menit lebih cepat dari waktu perkiraan. Semua pembajak yang berjumlah lima orang semua tewas ditembak. Nahas pilot pesawat Herman Rante dan Letnan Capa Ahmad Kirang tertembak dalam kejadian itu.
Segala daya upaya sudah dilakukan untuk menyelamatkan mereka namun tak berhasil. Keduanya pun dimakamkan di TMP Kalibata. Dan Imran bin Muhammad Zein yang menjadi pemimpin kelompok pembajak itu dihukum mati.
Meski berjalan lancar, operasi ini sempat diprotes oleh Amerika Serikat (AS). Mereka sempat menghubungi Letjen Benny Moerdani agar menunggu bantuan. Namun protes itu ditolak TNI. AS khawatir ada warga negaranya berada di dalam pesawat Woyla.
Tim Kopassandha sebenarnya sempat diragukan berhasil melaksanakan operasi ini. Disaksikan jurnalis dan pasukan antiteror dari berbagai negara, tim Kopassus berhasil membuktikan kemampuannya kepada dunia. Operasi Woyla merupakan salah satu keberhasilan yang membuat pasukan Indonesia yakni TNI tak dipandang sebelah mata lagi oleh negara-negara maju.
Editor: Faieq Hidayat