Kisah Orang Tua soal PPDB: Anak Gagal Masuk Sekolah Favorit gegara Sistem Kuota Jalur Non-Akademik
JAKARTA, iNews.id - Setiap orang tua tentu akan berkorban demi kebaikan anaknya, termasuk dalam mendapatkan sekolah terbaik. Namun, ada beberapa keluh orang tua terkait sistem PPDB.
Sistem PPDB adalah singkatan dari Penerimaan Peserta Didik Baru. Melalui sistem ini, calon siswa-siswi akan ditentukan secara otomatis layak atau tidaknya masuk sekolah yang dituju.
Sistem PPDB menghasilkan beberapa kisah menarik terutama bagi orang tua yang bercita-cita tinggi pada masa depan dan menaruhkan harapan kepada anaknya.
Salah satu orang tua murid bernama Heidi (40) mengaku hendak mendaftarkan anaknya yang bernama Malik (16) ke salah satu SMA pilihan pada melalui PPDB. Dalam PPDB tersebut, Heidi mengaku anaknya mengambil jalur prestasi non-akademik karena putranya merupakan atlet sepatu roda.
Ia pun berharap sang anak dapat lolos masuk SMA favorit tersebut. Sayang, ia harus menelan kekecewaan karena sang anak tidak diterima akibat sedikitnya kuota yang disediakan pada jalur tersebut.
"Untuk putra saya ini, sebenarnya tidak ada masalah dalam pengurusan pendaftaran PPDB-nya. Hanya saja kami sedikit kecewa dengan kuota pendaftaran jalur prestasi non-akademiknya," tutur Heidi kepada MNC Portal ditulis Kamis (14/7/2022).
Heidi menjelaskan kuota yang dapat diakses oleh siswa pada jalur prestasi non-akademik ini hanya 5 persen dari kuota penerimaan. Sedangkan sisanya adalah kuota melalui jalur nilai akademik.
"Kebetulan selain kuota jalur prestasi non-akademik tidak terlalu banyak, ternyata yang menentukan untuk diterima calon siswa dalam PPDB-nya berdasarkan prestasi akademiknya. Sayang saja kuota siswa baru berdasarkan nilai akademik ini lebih dominan," ucap Heidi.
Heidi yang merupakan warga Poltangan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan ini pun akhirnya memasukkan putranya ke Sekolah Atlet di Ragunan, Jakarta Selatan. Meski demikian, Heidi mengaku masih sedikit kecewa karena baginya prestasi siswa tidak melulu hanya dilihat berdasarkan akademik nilai rapor saja.
Ia pun berharap agar pemerintah ke depannya lebih memerhatikan siswa yang memiliki prestasi non-akademik dengan menambah kuota penerimaan.
"Bagi saya sih prestasi itu kan juga dilihat lagi, peroleh prestasi itu tidak selalu harus hadir di sisi akademik sebagai penentu utama. Semua anak masing-masing memiliki kelebihannya, saya berharap sih ke depannya untuk kuota penerimaan jalur prestasi non-akademik untuk diperbanyak," ucap Heidi.
Selain itu, ada juga orang tua murid yang hendak menyekolahkan putrinya di Sekolah Dasar (SD) daerah Jakarta Timur. Adalah Lina (33) yang mengaku mengalami kesulitan saat mendaftar via PPDB.
Sebab, dalam situs tersebut hanya satu pilihan sekolah yang diberikan dari yang seharusnya tiga sekolah. Walaupun begitu, sang anak akhirnya berhasil masuk ke salah satu SD di dekat kediamannya di Rawamangun, Jakarta Timur.
"Putri saya didaftarkan melalui sistem zonasi via PPDB dengan daya tampung 47 siswa untuk satu sekolah. Anehnya saat saya daftarkan via ponsel itu hanya satu sekolah saja yang menerima," ujar Lina.
Meski terheran-heran, Lina mengaku bersyukur karena putrinya langsung diterima oleh sekolah yang sesuai harapannya. Ia hanya menyayangkan sistem PPDB yang dinilai kurang.
"Misal itu pendaftaran putri saya tidak lolos, mungkin saya panik juga karena harus ikut tahap kedua atau ketiga yang jujur saja repot untuk kesibukan seperti saya," kata Lina.
Lina juga mengaku banyak dari koleganya yang tidak bisa mengakses sekolah unggulan lantaran tidak masuk zonasi sekolah unggulan. Oleh karenanya, banyak orang tua yang terpaksa memasukkan putra atau putrinya ke sekolah swasta.
"Kasihan kolega saya itu terpaksa memasukkan anaknya ke sekolah swasta, mereka jadinya mau tidak mau harus menggelontorkan biaya yang terhitung besar," tutur dia.
Kendati demikian, Lina menilai sistem PPDB selalu membaik setiap tahunnya. Apalagi, terdapat prioritas usia yang ditargetkan PPDB di zona terdekat yang ada di pemukimannya sehingga memudahkan.
"Daya saing zonasi ini terkadang berubah karena faktor usia prioritas atau kedekatan domisili. Saya lihat kebijakan zonasi di lokasi saya ini menyesuaikan terus tiap tahunnya, jadi saya rasa pemerintah juga terus mengkaji kebijakan PPDB ini secara efektif," tutup dia.
Editor: Puti Aini Yasmin