Kisah Sultan Agung Taklukkan Surabaya dengan Senjata Biologis
JAKARTA, iNews.id - Setelah kegagalan penaklukan Banten, Raja Kesultanan Mataram, Sultan Agung berubah haluan. Dia melakukan pengiriman ekspedisi penaklukan wilayah timur Jawa yang kala itu berada di bawah pengaruh Kadipaten Surabaya.
Akhmad Saiful Ali mengisahkan penaklukan itu dalam hasil penelitiannya untuk tesis di IAIN Sunan Ampel Surabaya berjudul "Ekspansi Mataram terhadap Surabaya Abad ke 17: Tinjauan Historis Tentang Penaklukan Surabaya oleh Mataram abad ke 17".
Kadipaten Surabaya, yang pusatnya menjadi Kota Surabaya saat ini dahulunya merupakan kerajaan besar usai terpecahnya Kesultanan Demak menjadi tiga bagian pada abad ke-16. Selain Kadipaten Surabaya, pada abad 17 terdapat dua kekuatan besar yakni Kesultanan Banten di Jawa Barat, dan Kesultanan Mataram di Jawa Tengah.
Kala itu, Kadipaten Surabaya, sangatlah kaya dan kuat. Pelabuhannya menjadi jalur perdagangan penting antara Malaka dengan kepulauan Nusantara penghasil rempah-rempah. Kadipaten Surabaya bersekutu dengan Kadipaten Pasuruan. Bahkan, Kadipaten Surabaya juga menguasai wilayah Gresik, Sedayu, Sukadana hingga Banjarmasin.
Kekuatan Kadipaten Surabaya juga terkonsolidasi dengan Tuban, Malang, Kediri, Lasem serta Madura. Konsolidasi kekuatan di timur Jawa ini terjadi sebagai respon kekuatan Mataram yang kian ekspansif.
Melihat begitu besarnya potensi kekuatan di timur Jawa yang dikonsolidasi oleh Kadipaten Surabaya, Sultan Agung mulai melancarkan kampanye militer Mataram ke wilayah timur Jawa pada awal abad ke-17, tepatnya pada tahun 1914 dengan menyerang sekutu-sekutu Kadipaten Surabaya. Upaya ini tak lepas dari ambisi Sultan Agung menyatukan Jawa di bawah Mataram.