KKB Papua Kembali Berulah, Pengamat: Tidak Bisa Dibiarkan Berlarut-larut
Selanjutnya, Nuning menjelaskan gerakan separatisme di Papua memiliki jaringan yang sangat fragmented. Artinya, tidak terdapat satu komando yang terstruktur dan setiap kelompok memiliki pimpinan sendiri.
Organisasi yang structure-less ini disebabkan faktor sosial budaya pada masyarakat Papua yang masih kental dengan semangat primordial kesukuan. Lembaga Adat sangat berperan di Papua.
"Memang mengherankan segala pendekatan ipoleksosbud sudah dilakukan oleh pemerintah tapi masih saja Papua tak kunjung usai masalahnya. Hal itu dikarenakan masih adanya pemantik yang bersifat pragmatis di dalam tubuh KKB," ucapnya.
Menurut Nuning, harus ada penanganan intensif untuk hal terkait pihak yang pro otsus versus pihak kontra otsus yang paralel. Hal ini tentu juga semakin naik intensitasnya setelah adanya pemekaran bertambah di Papua.
Pro otsus menginginkan revisi terbatas dilengkapi dengan Prolegnas 2021. Pihak kontra otsus beranggapan otsus gagal dan berharap revisi UU Otsus serta menginginkan referendum untuk menentukan masa depan Papua.
Nuning mengatakan KKB itu ada yang ideologis dan keras, ada yang sudah tergalang dan pro NKRI (serangan mereka bersifat pragmatis), ada juga yang terafiliasi politik (penyerangan untuk memberi kesan negara gagal tangani Papua). Jaringan bersenjata ini beranggotakan masyarakat yang terikat kesukuan dengan persenjataan terbatas.
"Sumber utama pengadaan senjata melalui perampasan dan pencurian senjata aparat TNI dan Polri, serta membeli dari jaringan penjualan senjata dari Papua Nugini dan Filipina Selatan," tuturnya.
Editor: Rizal Bomantama