Komisi V DPR Desak Kemenhub Audit Keselamatan Independen Buntut Marak Kereta Anjlok
JAKARTA, iNews.id - Wakil Ketua Komisi V DPR Syaiful Huda mendesak Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan audit keselamatan independen imbas marak kejadian kereta api (KA) anjlok. Hal ini untuk memastikan objektivitas rekomendasi perbaikan layanan KA di tanah air.
“Kasus kereta api anjlok dalam beberapa bulan terakhir terus terjadi. Agustus lalu setidaknya ada tiga kasus yakni anjloknya KA Argo Bromo di Subang, KRL di Stasiun Jakarta Kota, lalu ada Kereta Kuala Stabas di Lampung. Bulan ini kembali terjadi yakni Kereta Purwojaya di Kedunggede Bekasi. Meski tidak ada korban jiwa tetapi kasus ini tidak bisa dianggap sepele,” ucap Huda dikutip, Senin (27/10/2025).
Huda menambahkan, dalam beberapa tahun terakhir, kereta api merupakan tulang punggung transportasi nasional. Merujuk data BPS, rata-rata jumlah total penumpang kereta api per tahun mencapai ratusan juta.
Tahun 2023 total penumpang kereta api nasional baik kereta api jarak jauh, lokal, maupun commuter mencapai 365 juta. Kemudian, tahun 2024 penumpang kereta api mencapai 504-505 juta.
“Tingginya jumlah penumpang per tahun ini harusnya dimaknai betapa kereta api telah menjadi tulang punggung transportasi nasional sehingga setiap insiden kecelakaan KA harus menjadi fokus perhatian untuk evaluasi dan perbaikan,” tuturnya.
Legislator PKB tersebut menegaskan,tingginya intensitas kereta anjlok merupakan bentuk krisis keselamatan transportasi di Tanah Air. Menurutnya, terdapat tiga masalah utama yang seringkali menjadi pemicu kecelakaan kereta api di Indonesia yakni usia prasarana, akumulasi kerusakan sarana, dan adanya cacat prosedur operasional.
“Kami menilai tingginya insiden kereta api di Indonesia membutuhkan intervensi kebijakan, regulasi, dan aksi konkret yang radikal mengingat tingginya jumlah penumpang untuk moda transportasi ini,” ucapnya.
Karena itu, dia mendesak Kemenhub mengambil langkah kongkret agar kecelakaan kereta api baik jarak jauh, lokal, maupun comuter tidak terulang. Langkah tersebut di antaranya melakukan peremajaan infrastruktur dengan teknologi terbaru.
Jalur rel yang berusia tua harus diremajakan. Selain itu harus ada teknologi pengawasan rel seperti track geometry measurement system untuk memindai kerusakan rel secara otomatis.
"Sudah saatnya kita beralih dari perawatan korektif yang menunggu kerusakan menjadi perawatan prediktif berbasis data sensor, seperti praktik yang diterapkan di negara maju," kata dia.
Editor: Aditya Pratama