Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : 6.610 Koperasi Merah Putih Terbentuk di Sumut, 95 Persen Sudah Berbadan Hukum
Advertisement . Scroll to see content

Koperasi Desa Merah Putih Oke, tapi Hindari Bahaya Populisme

Selasa, 08 Juli 2025 - 17:41:00 WIB
Koperasi Desa Merah Putih Oke, tapi Hindari Bahaya Populisme
Ariyo Irhamna, Chief Economist BPP HIPMI & Ekonom Universitas Paramadina (Foto: Istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

Dr Ariyo Irhamna 
Chief Economist BPP HIPMI & Ekonom Universitas Paramadina

PEMERINTAH menargetkan pendirian 80.000 unit Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih hingga akhir 2025 dan akan diluncurkan pada 12 Juli 2025. Ini adalah langkah besar yang mengafirmasi peran ekonomi rakyat berbasis kolektivitas, gotong royong, dan kemandirian usaha lokal.

Langkah ini harus dilihat sebagai titik balik dari pendekatan kebijakan yang selama ini cenderung meminggirkan koperasi dalam arsitektur ekonomi nasional. Setelah sekian lama terpinggirkan, koperasi kembali mendapat ruang dalam rancangan pembangunan ekonomi bangsa.

Pascareformasi, koperasi sering kali hanya ditempatkan sebagai pelengkap retorika pembangunan, tanpa penguatan kelembagaan yang serius dan konsisten. Koperasi kita lebih sering dibentuk karena target program, bukan karena kebutuhan nyata di lapangan. Namun, apresiasi ini perlu dibarengi dengan dukungan teknokratik dan strategi operasional yang tepat dan dapat dieksekusi dengan kehati-hatian dalam waktu yang tidak sebentar.

Membangun 80.000 koperasi dalam kurun waktu kurang dari satu tahun bukan hanya ambisius, tetapi juga sangat berisiko apabila tidak disertai dengan pendekatan berbasis kualitas. Koperasi bukan sekadar entitas hukum. Ia adalah institusi ekonomi sosial yang membutuhkan pembinaan sumber daya manusia, tata kelola kelembagaan yang akuntabel, serta integrasi pasar yang nyata. Tanpa ketiganya, koperasi mudah menjadi lembaga kosong atau lebih parah: instrumen penyaluran kredit yang tidak sehat.

Skema pembiayaan dari bank-bank Himbara (BRI, Mandiri, BNI) dengan plafon Rp1 miliar hingga Rp3 miliar per koperasi, sebagaimana dijanjikan pemerintah, tentu sangat potensial dalam mendorong kegiatan ekonomi di desa. Namun, jika pembiayaan sebesar ini dijalankan tanpa fondasi koperasi yang kuat, akan memicu risiko kredit macet. Bahkan, jika alokasi kredit untuk Koperasi Merah Putih tersebut dipaksakan, bukan tidak mungkin Bank BUMN dapat senasib seperti BUMN karya di rezim Jokowi yang dipaksa membangun proyek infrastruktur tanpa perencanaan dan studi kelayakan yang baik.

Untuk itu, agenda strategis pengarusutamaan koperasi perlu difokuskan pada penguatan koperasi yang sudah terbukti beroperasi baik, bukan semata membentuk koperasi baru dalam jumlah besar. Solusi jangka pendek yang lebih realistis dan dapat dieksekusi dengan cepat adalah dengan membentuk Badan Usaha Koperasi Sekunder sebagai anak usaha dari BRI, Mandiri, dan BNI. Badan usaha ini dapat beranggotakan koperasi-koperasi primer yang telah teruji dan memiliki basis usaha yang sehat di daerah dan desa.

Model ini memungkinkan pengelolaan risiko kredit yang lebih terukur, sambil menciptakan agregasi ekonomi koperasi secara sektoral maupun wilayah. BRI dapat membentuk entitas koperasi sekunder yang fokus pada sektor pertanian dan UMKM perdesaan, Mandiri pada sektor perdagangan dan jasa, sementara BNI pada sektor industri kecil-menengah. Dengan pendekatan berbasis sektor dan wilayah, maka potensi konflik kepentingan dan kompetisi tidak sehat antarkoperasi dapat ditekan.

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut