Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : UU Peradilan Militer Digugat ke Mahkamah Konstitusi, Kenapa?
Advertisement . Scroll to see content

KPI: Uji Materi UU Penyiaran Terobosan agar Media Baru Masuk Hukum Indonesia

Minggu, 20 September 2020 - 07:07:00 WIB
KPI: Uji Materi UU Penyiaran Terobosan agar Media Baru Masuk Hukum Indonesia
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Agung Suprio. (Foto: KPI).
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kembali menegaskan gugatan materi atau judicial review (JR) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menyangkut pengaturan siaran berbasis internet bukan untuk mengebiri kebebasan berkreasi warga negara. Pengaturan ini justru akan memberikan perlindungan terhadap konten lokal serta industri kreatif di Tanah Air untuk terus berkembang.

Ketua KPI Pusat Agung Suprio mengatakan, harus ada perlakuan yang sama antara media penyiaran dengan media baru yang bersiaran. Jika berlandaskan konstruksi UU Penyiaran, setiap perusahaan penyiaran harus memiliki izin dari negara. Hal ini juga berlaku untuk perusahaan platform media baru jika mereka berusaha atau bersiaran di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Gugatan ini justru sebuah terobosan agar media baru masuk dalam konteks hukum Penyiaran di Indonesia,” kata Agung saat menjadi narasumber dalam acara bincang-bincang bertema “Polemik Gugatan UU Penyiaran”, dikutip dari laman resmi KPI Pusat, Sabtu (19/9/2020).

Agung mengingatkan, media berbasis internet perlu diatur agar mereka tidak saja tunduk pada regulasi dan pedoman penyiaran di Indonesia, namun juga agar siarannya tidak boleh ada unsur kekerasan, pornografi, body shaming, SARA dan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku di Tanah Air.

Agung juga menepis kekhawatiran sebagian orang bila media baru ini diatur akan membuat mereka rentan berurusan dengan hukum. Dia menegaskan, arah pengaturan ini akan menyasar kepada platform medianya dan bukan pada pemilik akun yang bersangkutan.

“Ketika ada pelanggaran konten, jika berdasarkan aturan yang ada dalam UU Penyiaran serta pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran KPI, platform penyedia siaran itu yang akan dipanggil. Jadi bukan artis atau pemilik akun yang dipanggil,” katanya.

Seperti diketahui, stasiun televisi RCTI dan iNews mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait definisi penyiaran sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran. Tujuan uji materi ini yaitu untuk menciptakan landasan hukum bagi tayangan video berbasis internet, tanpa terkecuali baik lokal maupun asing.

Pemohon menyatakan, jika uji materi dikabulkan, diharapkan kualitas isi siaran video berbasis internet dapat dihindarkan dari pornografi, kekerasan serta kebohongan, kebencian, termasuk fitnah (hoaks) dan sejenisnya, yang tidak sesuai dengan kultur bangsa Indonesia yang sesungguhnya dan bahkan berbahaya bagi kesatuan NKRI. Ketentuan ini tanpa terkecuali, untuk penyiaran berbasis internet lokal maupun asing.

Menurut Agung, pengaturan terhadap media baru juga telah diterapkan di Eropa. Pengaturan ini cenderung memberi perlindungan dan pengembangan keberadaan konten lokal di Eropa. Berdasarkan ketentuan yang dibuat pada 2016 itu, Eropa mewajibkan platform siaran berbasis internet untuk memberikan 30 persen dari keseluruhan katalog video on demand-nya merupakan konten lokal.

“Mereka ingin melindungi kebudayaan Eropa. Makanya, jika aturan ini ada di Indonesia akan melindungi konten lokal kita. Angka 30 persen ini juga bisa diberlakukan di Indonesia. Bahkan, di dalam UU Penyiaran tahun 2002 sudah ditetapkan jika porsi konten lokal harus 60 persen dan sisanya boleh dari luar. UU Penyiaran sudah sangat progresif soal ini,” ujar Agung.

Editor: Zen Teguh

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut