Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Mimpi, Cinta dan Pertemuan Baru: Sinopsis Series Still Single Episode Terakhir!
Advertisement . Scroll to see content

Live Webi+ Kemkominfo: Netiket Jadi Aspek Etis dan Moral dalam Dunia Digital

Kamis, 28 Oktober 2021 - 08:00:00 WIB
Live Webi+ Kemkominfo: Netiket Jadi Aspek Etis dan Moral dalam Dunia Digital
Live Webi+ bersama narasumber. (Foto: MNC Portal Indonesia)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menggelar webinar Live Webi+. Diskusi bersama ini mengusung tajuk ‘Karya Digital Mudah Viral: Netiket, Aspek Etis dan Moral dalam Dunia Digital’.

Live Webi+ kali ini dihadiri oleh sejumlah narasumber, di antaranya Wakil Ketua Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi Anita Wahid, COO Motion Banking Teddy Tee, aktris Yuki Kato, CEO MNC Shop Jimmy Jeremia, serta CEO MNC Picture Titan Hermawan. Turut hadir pula penyiar sekaligus selebriti Bayu Oktara yang memandu jalannya webinar.

Dalam sambutannya, Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo RI Semuel A Pangerapan yang membuka webinar tersebut mengatakan bahwa saat ini, situasi pandemi Covid-19 telah mengubah cara masyarakat dalam beraktivitas.

Hal ini tentunya mempertegas keberadaan masyarakat di era disrupsi teknologi. Pandemi dinilai turut menjadi katalisator dalam transformasi digital Indonesia. Situasi ini menimbulkan perubahan masif yang masuk ke sendi-sendi kehidupan masyarakat saat ini.

Saat ini, sebagian besar kebutuhan diselesaikan melalui media digital, mulai dari bekerja, belajar, belanja, dan lain sebagainya. Namun begitu, terdapat satu pilar yang sangat substansial, yaitu mewujudkan masyarakat digital yang berliterasi digital.

“Semua serba cepat. Kenyataan ini menghidupkan transformasi digital Indonesia,” ucapnya.

Menurutnya, hal yang penting dilakukan dalam transformasi digital adalah membangun pilar yang kokoh, yaitu kemampuan literasi digital. “Kemampuan literasi digital adalah kemampuan paling krusial untuk menghadapi perkembangan teknologi saat ini. Ini untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang tidak hanya mengenal teknologi, tetapi juga cermat menggunakannya,” katanya.

Sayangnya, berdasarkan data yang diperoleh pada survei 2020 antara Kominfo dan Katadata, indeks literasi Indonesia berada pada 3,47 dari skala 1-4. Hasil tersebut, menurut Semuel, menandakan bahwa literasi digital masyarakat Indonesia masih pada tingkat sedang, belum baik.

“Untuk mencapai literasi yang baik pemerintah tidak dapat bekerja sendiri tetapi bekerja sama dengan berbagai pihak. Salah satunya Siberkreasi, sebab literasi digital kunci untuk menghadapi perkembangan teknologi digital,” ujarnya.

Hal senada pun disampaikan oleh Anita Wahid. Menurutnya, sebagian besar aktivitas di dunia digital pada prinsipnya berinteraksi dengan orang lain, tak terkecuali di dunia digital. Seperti halnya ketika mengunggah konten di media sosial, memberi komentar, dan lain-lain.

Tak heran, etika yang berlaku di ruang digital sama dengan di ruang nyata. Hal ini menegaskan agar perilaku kita di ruang digital selaras dengan perilaku di ruang nyata atau di keseharian. “Apa yang ditunjukkan di digital itu menunjukkan pribadi kita, bahkan sebagai bangsa,” kata Anita.

Menjadi hal yang penting untuk dapat bernetiket dalam dunia digital. Netiket sendiri merupakan gabungan dari kata network dan etiquette. Istilah ini digunakan untuk menyebut etiket dalam internet, atau beretika selama berkomunikasi di internet.

Bernetiket baik, lanjut Anita, sangatlah sederhana. Hal ini dijabarkan dalam tiga prinsip, yaitu yang pertama, masyarakat harus selalu menjunjung tinggi prinsip ‘memanusiakan manusia’ lain. “Artinya kita perlu memperlakukan orang lain di dunia digital sama dengan kita ingin diperlakukan oleh pengguna internet lainnya,” ucapnya.

Dengan menjalankan prinsip ini, Anita berharap masyarakat dapat menjadi pribadi yang mampu menjaga privasi dan menghormati orang lain. Kemudian, mampu melontarkan kritik berdasar substansi, bukan mengumbar kebencian.

Kedua, jaga diri dan jaga orang lain. Prinsip ini dimaknai Anita agar tidak mengumbar hal -hal pribadi yang sebenarnya orang lain tidak perlu tahu. Misalnya data pribadi, masalah pribadi, pembicaraan privat hingga mengumbar data pribadi orang lain.

“Jangan sampai terjadi karena doxing itu perilaku sangat jahat,” katanya.

Ketiga, sadar akan adanya konsekuensi. Dia menegaskan, orang yang bijak tahu bahwa semua tindakan pastinya memiliki dampak. “Jadi kalau kita tidak beretika, ada pihak yang dirugikan, ada yang terlukai, tersakiti hingga merusak nama baiknya,” katanya.

Bahkan menurutnya semakin banyak orang yang tidak beretika, maka ruang digital akan menjadi ruang beracun. Saling menghancurkan dengan yang lain. “Ini akan berdampak pada pandangan dunia internasional terhadap kita sebagai bangsa,” ucapnya.

Anita menegaskan, apa yang ditampilkan di dunia digital akan menjadi resume tiap individu yang dapat dilihat orang lain. Jika tidak mampu mengaturnya, maka mereka akan kehilangan misalnya kesempatan pekerjaan, beasiswa, atau bahkan dukungan sosial. Hal ini karena aktivitas digital yang tidak tepat. Bahkan, tindakan digital yang tidak tepat juga bisa berujung pada pelanggaran hukum.

Oleh karena itu, diharapkan masyarakat dapat bertindak bijak, berhati-hati, serta bernetiket selama berkomunikasi dan berinteraksi berada di ruang digital. Sebab, etika yang berlaku di ruang digital sama dengan di ruang nyata.

(CM)

Editor: Rizqa Leony Putri

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut