Maraknya Kejahatan Soceng: antara Penyalahgunaan Teknologi dan Masalah Literasi Digital Kita
Ardi mengatakan, teknologi yang diterapkan oleh industri perbankan sebenarnya tidak semudah itu untuk dibobol oleh para pelaku kejahatan siber, kecuali si nasabah sendiri yang memberikan aksesnya kepada mereka. Pihak bank telah menyiapkan sistem keamaanan yang berlapis. Namun, karena kelengahan di sisi pengguna atau pemilik rekening, para pelaku dapat dapat leluasa menguras isi tabungan korbannya.
Kini, kata Ardi, masyarakat kerap kali disuguhi dengan berbagai narasi yang menyebutkan betapa mudahnya meretas aplikasi perbankan. Padahal, kenyataannya tidak demikian.
“Menurut saya justru tidak mudah (meretas akun perbankan). Sejujurnya, sebagian besar kasus itu bukan karena sistem, melainkan adanya kealpaan si pemilik akun,” tutur ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) itu.
Walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh faktor kelengahan nasabah, menurut Ardi, para pelaku industri perbankan sudah semestinya mengambil peran untuk meningkatkan literasi digital para nasabahnya. Dengan cara itulah, berbagai kasus kejahatan siber di dunia perbankan dapat dicegah atau diminimalisasi.
Saat ini, Indonesia tercatat sebagai negara yang masyarakatnya paling bergantung pada ponsel. Menurut laporan bertajuk “State of Mobile 2023” yang dirilis data.ai, orang Indonesia ternyata menghabiskan rata-rata 5,7 jam setiap hari dengan ponsel atau HP mereka. Negara ini pun berada di urutan teratas dunia yang masyarakatnya kecanduan ponsel. Sayangnya, hal tersebut tidak diiringi dengan tingginya literasi digital di kalangan masyarakat kita. Padahal, digitalisasi kini kian gencar merambah berbagai sektor di Tanah Air.
“Yang harus diingat, nasabah kita ini literasi digitalnya belum memadai. Karena tidak ada yang mengajarkan itu kepada masyarakat, termasuk bagaimana caranya memanfaatkan teknologi seluler dengan benar, baik, dan aman,” kata Ardi.
“Banyak belajar dari teknologi yang berkembang sekarang, akan memberikan kita bekal untuk memahami dan mendalami manfaat maupun risiko dari teknologi itu sendiri,” ucapnya.

Upaya peningkatan literasi masyarakat tentang literasi keuangan digital sudah dilakukan oleh BRI. Proses edukasi tersebut antara lain dilakukan secara konsisten melalui gerakan “Penyuluh Digital” yang dijalankan para insan BRILiaN (pekerja BRI). Karenanya, tidak mengherankan bila pada November lalu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dinobatkan sebagai “Bank Teraktif dalam Meningkatkan Literasi Keuangan Masyarakat” pada ajang LPS Banking Awards 2022.
Direktur Jaringan dan Layanan BRI, Andrijanto menuturkan, sebagai bank dengan jaringan terluas di Indonesia, BRI senantiasa untuk mendukung pemerintah mencapai target 90 persen inklusi keuangan pada 2024. Perseroan terus mengoptimalisasi peran penyuluh digital untuk mendampingi masyarakat mengakses berbagai layanan keuangan.
“Capaian ini menjadi bukti kerja keras InsanBRILiaN yang telah berdedikasi tinggi menyosialisasikan dan mengedukasi masyarakat Indonesia. Edukasi literasi keuangan ini menjadi bagian dari upaya kami mencapai visi sebagai Champion of Financial Inclusion pada 2025,” kata dia.
Editor: Ahmad Islamy Jamil