Maskapai Tak Jalankan Komitmen Kontrak Jadi Penyebab Masalah Perpindahan Jemaah Haji di Madinah
Arsad menduga, maskapai diduga kerepotan melayani penerbangan jemaah haji dari seluruh dunia. Pasalnya, dalam ketentuan disebutkan berhak memberangkatkan 50℅ dari kuota setiap negara yang memberangkatkan haji, termasuk Indonesia.
Jika Indonesia mendapatkan kuota 229.000 jemaah pada tahun 2023, maka separuhnya atau sekitar 115.000 diangkut oleh Saudia Airlines, dan sisanya oleh Garuda Indonesia. Hal yang sama berlaku dengan pemberangkatan jemaah haji negara lain.
"Mungkin terbatas pesawatnya, dalam kontrak setiap negara pengirim jemaah harus alokasikan penerbangan yaitu 50% dari maskapai Arab Saudi ini juga menjadi salah satu faktor mungkin, bayangkan ada 2,5 juta jemaah haji di dunia. Nah sekitar 1,25 juta diangkut Saudia Airlines," ucapnya.
Di sisi lain, karakteristik hotel di Madinah sangat terbatas. Apalagi saat ini pemerintah Arab Saudi sedang dalam proses pembongkaran sejumlah hotel di Madinah untuk proyek perluasan. Sementara hotel baru belum ada walaupun sudah ada proyek yang tengah dibangun.
"Hotel baru belum selesai, masih tahap awal pembangunan artinya bangunan yang sudah ada terbatas bahkan dikurangi sementara bangunan baru belum ada, permintaan tinggi di sisi lain kapasitas hotel terbatas," katanya.
Arsad mengaku Kemenag telah mengingatkan kepada maskapai agar performa penerbangan jangan sampai terulang kembali.
"Soal kompensasi kontraknya jelas setiap apa pun yang dilakukan terkait tidak kesesuaian ada penilaian dan ada ukuran-ukurannya kita coba mintakan pada maskapai Saudi Airline," katanya.
Editor: Faieq Hidayat