Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Gerakan Rakyat Cirebon Batal Gelar Aksi 11 September Tolak Kenaikan PBB, Ada Apa?
Advertisement . Scroll to see content

Mayoritas Daerah Pilih Naikkan PBB-P2 Imbas PAD Masih Rendah

Senin, 25 Agustus 2025 - 18:29:00 WIB
Mayoritas Daerah Pilih Naikkan PBB-P2 Imbas PAD Masih Rendah
Wamendagri Bima Arya dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi II DPR, Senin (25/8/2025). (Foto: Tangkapan Layar)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengungkapkan, mayoritas Pendapatan Asli Daerah (PAD) di sejumlah wilayah masih rendah. Hal ini membuat kepala daerah masih mengandalkan kenaikan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) untuk menggenjot PAD.

Hal tersebut disampaikan Bima Arya dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi II DPR, Senin (25/8/2025). Mulanya, Bima membeberkan, hanya ada 26 dari 548 daerah dengan kapasitas fiskal yang kuat.

"Berarti daerah-daerah ini mampu membiayai sebagian besar kebutuhan belanja dari pendapatan asli daerah tanpa tergantung besar terhadap transfer dari pemerintah pusat," ujar Bima. 

Sementara itu, lanjut dia, terdapat 27 daerah atau 4,95 persen dari jumlah daerah di Indonesia termasuk kategori kapasitas fiskalnya sedang. 

"Selebihnya 493 daerah atau 90,29 persen tergolong dalam kategori kapasitas fiskal lemah, yakni sangat tergantung pada dana transfer pusat," ucapnya.

Sementara itu untuk tingkat provinsi, Bima menyebut, hanya ada 11 dari 38 provinsi yang kondisi fiskalnya kuat. Sementara itu, 12 provinsi fiskalnya sedang dan 15 provinsi lainnya lemah.

"Di tingkat kabupaten, dari 415 hanya 4 persen yang memiliki kapasitas fiskal kuat, 4 kabupaten berada dalam kategori sedang dan mayoritas atau sebagian besar yakni 407 kabupaten tergolong lemah," katanya.

Menurutnya, fakta ini menunjukkan otonomi fiskal di Indonesia masih menghadapi tantangan serius. Bima menyebut, ketergantungan tinggi daerah pada transfer pusat berpotensi melemahkan kemandirian untuk mengelola pelayanan publik.

"Pemerintah pusat dan daerah perlu merumuskan strategi PAD yang lebih inovatif dan berkelanjutan. Harga ketimpangan fiskal dapat dikurangi serta memperkuat kualitas tata kelola keuangan daerah," ujarnya.

"Namun selama ini, salah satu kebijakan yang sering ditempuh pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD adalah melalui kenaikan PBB-P2. Akhirnya, kebijakan tersebut seringkali menimbulkan resistensi sosial karena langsung membebani masyarakat," tuturnya.

Editor: Aditya Pratama

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut