Mengenal 4 Pahlawan Nasional dari Papua, Ada Mantan Polisi Belanda
3. Silas Papare
Silas Papare lahir di Serui pada 18 Desember 1918. Dia adalah seorang pejuang penyatuan Irian Jaya (Papua) ke dalam wilayah Indonesia. Dia pernah berurusan dengan aparat keamanan Belanda dan pada akhirnya ditangkap dan dipenjarakan di Jayapura karena memengaruhi Batalyon Papua untuk memberontak.
Pada saat menjalani masa tahanan di Serui, Papua, Silas berkenalan dengan Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi yang diasingkan Belanda ke tempat tersebut. Perkenalannya itu semakin mendekatkan keyakinannya bahwa Papua harus bergabung dengan Republik Indonesia. Pada Oktober 1949, dia mendirikan Badan Perjuangan Irian di Yogyakarta untuk membantu pemerintah Republik Indonesia memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah NKRI.
Silas diminta Soekarno menjadi salah seorang delegasi Indonesia dalam New York Agreement yang ditandatangani pada 15 Agustus 1962, yang mengakhiri konfrontasi Indonesia dengan Belanda dalam sengketa Irian Barat. Setelah penyatuan Irian Barat, ia kemudian diangkat sebagai anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara).
Mengenang jasa-jasa Silas Papare, namanya diabadikan menjadi salah satu kapal perang Korvet kelas Parchim TNI AL, KRI Silas Papare, dengan nomor 386. Selain itu didirikan juga Monumen Silas Papare di dekat pantai dan pelabuhan laut Serui. Sementara di Jayapura, nama Silas Papare diabadikan sebagai nama Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik (STISIPOL) Silas Papare yang berada di Jalan Diponegoro. Sedangkan di Kota Nabire nama Silas Papare diabadikan sebagai nama jalan.
4. Marthen Indey
Marthen Indey lahir di Doromena, Papua pada 14 Maret 1912. Dia adalah putra Papua yang ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Nomor 077/TK/1993 tanggal 14 September 1993, bersama dua putra Papua lainnya yaitu Frans Kaisiepo dan Silas Papare.
Marthen merupakan polisi Belanda yang berbalik mendukung Indonesia setelah bertemu beberapa tahanan politik di Digul, salah satunya adalah Suguro Atmoprasojo. Ketika bertugas menjaga para tahanan politik itulah, secara tidak langsung jiwa nasionalismenya tumbuh dan bersemai untuk melawan Belanda.
Pada tahun 1946, Marthen bergabung dengan sebuah organisasi politik bernama Komite Indonesia Merdeka (KIM) yang kemudian dikenal dengan sebutan Partai Indonesia Merdeka (PIM). Saat itu dia menjabat sebagai Ketua. Marthen dan beberapa kepala suku di Papua menyampaikan protesnya terhadap pemerintahan Belanda yang berencana memisahkan Irian Barat dari Indonesia. Belanda menangkap Marthen dan membuinya selama 3 tahun di hulu Digul karena merasa dikhianati.
Berkat jasanya, Marthen diangkat sebagai anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) sejak tahun 1963 hingga 1968. Tak hanya itu, ia juga diangkat sebagai kontrolir diperbantukan pada Residen Jayapura dan berpangkat Mayor Tituler selama 20 tahun.
Editor: Reza Fajri